- I. MAZHAB HUKUM ALAM
Hukum
alam sesungguhnya merupakan suatu konsep yang mencakup banyak teori didalamnya.
Berbagai anggapan dan pendapat yang
dikelompokkan ke dalam hukum alam bermunculan dari masa ke masa.Mempelajari
sejarah hukum alam, maka kita akan mengkaji sejarah manusia yang berjuang untuk
menemukan keadilan yang mutlak di dunia ini serta kegagalan-kegagalannya. Pada
suatu saat hukum alam muncul dengan kuatnya, pada saat yang lain ia diabaikan,
tetapi yang pasti hukum alam tidak pernah mati. Hukum Alam
adalah hukum yang normanya berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, dari alam semesta
dan dari akal budi manusia, karenanya ia di gambarkan sebagai hukum yang berlaku abadi.
Hukum
alam dimaknai dalam berbagai arti oleh beberapa kalangan pada masa yang
berbeda. Berikut ini akan di paparkan pandangan hukum alam dari Aristoteles,
Thomas Aquinas, dan Hugo Grotius;
Aristoteles;
Aristoteles
merupakan pemikir tentang hukum yang petama-tama membedakan antara hukum alam
dan hukum positip.
Hukum alam
adalah suatu hukum yang berlaku selalu dan dimana-mana karena hubungannya
dengan aturan alam. Hukum itu tidak pernah berubah, tidak pernah lenyap dan
berlaku dengan sendirinya. Hukum alam dibedakan dengan hukum positif, yang
seluruhnya tergantung dari ketentuan manusia. Hukum harus
ditaati demi keadilan. Keadilan selain sebagai keutamaan umum (hukum alam) juga
keadilan sebagai keutamaan moral khusus. Keadilan menentukan bagaimana hubungan
yang baik antara sesama manusia, yang meliputi keadilan dalam pembagian jabatan
dan harta benda publik, keadilan dalam transaksi jual beli, keadilan dalam
hukum pidana, keadilan dalam hukum privat.
Thomas
aquinas;
Dalam
membahas hukum Thomas membedakan antara
hukum yang berasal dari wahyu dan hukum yang dijangkau akal budi manusia. Hukum
yang didapat wahyu disebut hukum ilahi
positif (ius divinum positivum). Hukum yang didapatkan berdasarkan akal budi
adalah ‘hukum alam’(ius naturale), hukum bangsa-bangsa(ius gentium), dan hukum
positif manusiawi (ius positivum humanum).
Menurut
Aquinas hukum alam itu agak umum, dan tidak jelas bagi setiap orang, apa yang
sesuai dengan hukum alam itu. Oleh karenanya perlu disusun undang-undang negara
yang lebih kongkret mengatur hidup bersama. Inilah hukum posisif. Jika hukum
positif bertentangan dengan hukum alam maka hukum alam yang menang dan hukum
positif kehilangan kekuatannya. Ini berarti bahwa hukum alam memiliki kekuatan
hukum yang sungguh-sungguh. Hukum positif hanya berlaku jika berasal dari hukum
alam. Hukum yang tidak adil dan tidak dapat diterima akal, yang bertentangan
dengan norma alam, tidak dapat disebut sebagai hukum, tetapi hukum yang
menyimpang
Hugo grotius;
Grotius
adalah penganut humanisme, yang mencari dasar baru bagi hukum alam dalam diri
manusia sendiri. Manusia memiliki kemampuan untuk mengerti segala-galanya
secara rasional melalui pemikirannya menurut hukum-hukum matematika. Manusia
dapat menyusun daftar hukum alam dengan menggunakan prinsip-prinsip a priori
yang dapat diterima secara umum. Hukum alam tersebut oleh Grotius dipandang
sebagai hukum yang berlaku secara real sama seperti hukum positif.
Hukum alam
tetap berlaku, juga seandainya Allah tidak ada. Sebabnya adalah bahwa hukum
alam itu termasuk akal budi manusia sebagai bagian dari hakekatnya. Dilain
pihak Grotius tetap mengaku, bahwa Allah adalah pencipta alam semesta. Oleh
karena itu secara tidak langsung Allah tetap merupakan pundamen hukum alam. Hak-hak
alam yang ada pada manusia adalah;
§ hak untuk berkuasa atas diri sendiri, yakni hak atas
kebebasan.
§ hak untuk
berkuasa atas orang lain
§ hak untuk
berkuasa sebagai majikan
§ hak untuk
berkuasa atas milik dan barang-barang.
Grotius juga
memberikan prinsip yang menjadi tiang dari seluruh sistem hukum alam yakni:
§ prinsip
kupunya dan kau punya. Milik orang lain harus dijaga
§
prinsip kesetiaan pada janji
§
prinsip ganti rugi
§ prinsip
perlunya hukuman karena pelanggaran atas hukum alam.
Sebagaimana
telah di utarakan di muka, hukum alam ini selalu dapat dikenali sepanjang
abad-abad sejarah manusia, oleh karena ia merupakan usaha manusia untuk menemukan
hukum dan keadilan yang ideal.
- II. MAZHAB FORMALISTIS
Hukum dan
moral merupakan dua bidang terpisah dan harus dipisahkan.
Salah satu
cabang dari aliran yang menganut pendapat diatas adalah mazhab formalistik yang
teorinya lebih dikenal dengan nama analytical jurisprudence. Diantara tokoh
terkemuka dari mazhab ini adalah John Austin dan Hans Kelsen.
John Austin;
Austin
mendefenisikan hukum sebagai;
“Peraturan
yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada mahluk yang berakal oleh mahluk
yang berkuasa atasnya”.
Hukum
merupakan perintah dari yang mereka yang memegang kekuasaan tertinggi, atau
dari yang memegang kedaulatan. Austin menganggap hukum sebagai suatu sistem
yang logis, tetap dan bersifat tertutup.
Hukum yang
sebenarnya mengandung 4 unsur menurut Austin:
1. Perintah
2. Sanksi (sesuatu yang buruk melekat
pada perintah)
3. Kewajiban
4. Kedaulatan.
Ajaran
Austin sama sekali tidak menyangkut kebaikan-kebaikan atau keburukan-keburukan
hukum, oleh karena penilaian tersebut dianggapnya sebagai persoalan yang
berbeda di luar hukum. Walaupun Austin mengakui hukum Alam atau moral yang
mempengaruhi warga masyarakat, tetapi itu tidak penting bagi hukum.
Hans Kelsen;
Adalah tokoh
mazhab Formalistis yang terkenal dengan teori murni tentang hukum (pure Thory
of law).
Sistem hukum
adalah suatu sistem pertanggapan dari kaidah-kaidah, dimana suatu kaidah hukum
tertentu akan dapat dicari sumbernya pada kaidah hukum yang lebih tinggi
derajatnya. Kaidah yang merupakan puncak dari sistem pertanggapan adalah kaidah
dasar atau Grundnorm. Grundnorm ini semacam bensin yang menggerakkan seluruh
sistem hukum. Dialah yang menjadi dasar mengapa hukum harus di patuhi. Proses
konkretisasi setapak demi setapak mulai dari grundnorm hingga penerapannya pada
situasi tertentu. Proses ini melahirkan Stufenbau theori. Menurut
Kelsen dalam ajaran hukum murninya, hukum tidak boleh dicampuri oleh
masalah-masalah politik, kesusilaan, sejarah, kemasyarakatan dan etika. Juga
tak boleh di campuri oleh masalah keadilan. Keadailan menurut Kelsen adalah
masalah ilmu politik.
- III. MAZHAB KEBUDAYAAN DAN SEJARAH
Mazhab hukum
historis lahir pada awal aabad XIX, yakni pada tahun 1814, dengan
diterbitkannya suatu karangan dari F. Von Savigny, yang berjudul: ‘Vom Beruf
unserer Zeit fur Gezetgebung und Rechtwissenchaft’ (tentang seruan Zaman kini
akan undang-undang dan ilmu hukum). Tokoh mazhab ini ialah F. Von Savigny dan
Sir Henry Maine
Friedrich Carl Von Savigny;
Menurut
Savigny hukum merupakan salah satu faktor dalam kehidupan bersama suatu bangsa,
seperti bahasa, adat, moral, dan tatanegara. Oleh karena itu hukum merupakan
sesuatu yang bersifat supra-individual, suatu gejala masyarakat. Pada
permulaan, waktu kebudayaan bangsa-bangsa masih bertaraf rendah, hukum timbul
secarah spontan dengan tidak sadar dalam jiwa warga bangsa. Kemudian sesudah
kebudayaan berkembang, semua fungsi masyarakat dipercayakan pada suatu golongan
tertentu. Demikianlah pengolahan hukum dipercayakan kepada kepada kaum yuris
sebagai ahli-ahli bidangnya.
Hakikat dari
sistem hukum menurut Savigny adalah sebagai pencerminan jiwa rakyat yang mengembangkan
hukum itu. Semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan dan bukan
berasal dari pembentuk undang-undang.
Sir Henry Maine;
Aliran
sejarah telah membuka jalan bagi perhatian yang lebih besar terhadap sejarah
dari suatu tata hukum dan dengan demikian mengembangkan pengertian, bahwa hukum
itu merupakan suatu unikum. Keadaan yang demikian ini menyuburkan dilakukannya
penelitian-penelitian serta karya-karya yang bersifat anthropologis. Maine
dianggap sebagai yang pertama-tama melahirkan karya yang demikan.
Maine
mengatakan masyarakat ada yang “statis” dan ada yang “progresip”. Masyarakat
progresip adalah yang mampu mengembangkan hukum melalui tiga cara, yaitu:
fiksi, equity dan perundang-undangan. Perubahan masyarakat tidak selalu menuju
kepada yang lebih baik. Perjalanan masyarakat menjadi proresip, disitu terlihat
adanya perkembangan dari suatu situasi yang ditentukan oleh status kepada penggunaan kontrak.
IV.
MAZHAP UTILITARIANISM
Pada mazhap
ini tokohnya adalah Jeremy Bentham dan
Rudolph Von Jhering.
Jeremy Bentham;
Bentham
adalah pejuang yang gigih untuk hukum yang dikodifikasikan dan untuk merombak
hukum Inggris yang baginya merupakan suatu yang kacau. Sumbangan
terbesarnya terletak dalam bidang kejahatan dan pemidanaan. Dalilnya adalah,
bahwa manusia itu akan berbuat dengan cara sedemikian rupa sehingga ia mendapatkan kenikmatan yang
sebesar-besarnya dan menekan serendah-rendahnya penderitaan. Standar penilaian
yang di pakai adalah “apakah suatu tindakan menghasilkan kebahagiaan”. Selanjutnya
Betham mengemukakan agar pembentuk hukum harus membentuk hukum yang adil bagi
segenap warga masyarakat secara individual.
Rudolph von Jhering;
Ia dikenal
dengan ajarannya yang biasa disebut social utilitarianism.Hukum merupakan suatu
alat bagi masyarakat untuk mencapai tujuannya. Hukum adalah sarana untuk
mengendalikan individu-individu, agar tujuannya sesuai dengan tujuan masyarakat
dimana mereka menjadi warganya.
Hukum merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan
perubahan-perubahan sosial.
- V. MAZHAB SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
Tokoh mazhab
ini adalah Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound
Eugen Ehrlich;
Penulis yang
pertama kali menyandang judul sosiologi hukum (Grundlegung der Soziologie des
Recht, 1912). Menurut
Ehrlich pusat gaya tarik perkembangan hukum tidak terletak pada
perundang-undangan, tidak pada ilmu hukum, tetapi di dalam masyarakat sendiri.
Ajaran berpokok pada pembedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup,
atau dengan kata lain pembedaan antara kaidah-kaidah hukum dgn kaidah-kaidah
sosial lainnya.
Hukum positif hanya akan efektif
apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Roscoe Pound;
Hukum harus
dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan sosial, dan adalah tugas ilmu hukum untuk mengembangkan
suatu kerangka dengan mana kebutuhan-kebutuhan sosial dapr terpenuhi secara
maksimal. Pound juga
menganjurkan untuk mempelajari hukum sebagai suatu proses (law in action), yang
dibedakan dengan hukum yang tertulis(law in the books). Pembedaan ini dapat
diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hukum substantif, maupun hukum
ajektif. Ajaran tersebut menonjolkan masalah apakah hukum yang ditetapkan
sesuai dengan pola-pola perikelakuan.
- VI. MAZHAB REALISME HUKUM
Tokoh yang
terkenal dalamaliran ini adalah hakim agung Oliver Wendell Holmes,
Jerome Frank
dan Karl Llewellyn.
Kaum realis tersebut mendasarkan pemikirannya pada suatu konsepsi radikal mengenai proses peradilan. Menurut
mereka hakim itu lebih layak disebut sebagai pembuat hukum daripada
menemukannya. Hakim harus selalu melakukan pilian, asas mana yang akan diutamakan
dan pihak mana yang akan dimenangkan. Aliran realis selalu menekankan pada hakikat manusiawi
dari tindakan tersebut.
Holmes
mengatakan bahwa kewajiban hukum hanyalah merupakan suat dugaan bahwa apabila
seseorang berbuat atau tidak berbuat, maka dia akan menderita sesuai dengan
keputusan suatu pengadilan. Lebih jauh Karl Llewellyn menekankan pada fungsi
lembaga-lembaga hukum.
Pokok-pokok pendekatan kaum realis antara lain; hukum adalah alat untuk
mencapai tujuan-tujuan sosial dan hendaknya konsepsi hukum itu menyinggung
hukum yang berubah-ubah dan hukum yang diciptkan oleh pengadilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar