Senin, 07 April 2014

Perbandingan Otonomi Khusus Papua dan Otonomi Khusus Aceh


Perbandingan Otonomi Khusus Papua dan Otonomi Khusus Aceh



ASPEK
UU NO. 21 TAHUN 2001 TENTANG  OTONOMI  KHUSUS  PAPUA
UU NO. 18 TAHUN 2004 TENTANG OTONOMI KHUSUS ACEH
Ketentuan Umum
1.     Dewan Perwakilan Rakyat Papua, yang selanjutnya disebut DPRP, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Papua sebagai badan legislatif Daerah Provinsi Papua

2.     Peraturan Daerah Provinsi, yang selanjutnya disebut Perdasi, adalah Peraturan Daerah Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

3.     Majelis Rakyat Papua, yang selanjutnya disebut MRP, adalah representasi cultural orang asli Papua, yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

4.      Lambang Daerah adalah panji kebesaran dan simbol kultural bagi kemegahan jati diri orang Papua dalam bentuk bendera Daerah dan lagu Daerah yang tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan.

5.     Badan Musyawarah Kampung atau yang disebut dengan nama lain adalah sekumpulan orang yang membentuk satu kesatuan yang terdiri atas berbagai unsur di dalam kampung tersebut serta dipilih dan diakui oleh warga setempat untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah Kampung

6.     Orang Asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua
1.     Mahkamah Syar’iyah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah lembaga peradilan yang bebas dari pengaruh dari   pihak   mana   pun   dalam   wilayah   Provinsi   Nanggroe   Aceh   Darussalam   yang   berlaku   untuk pemeluk agama Islam.

2.     Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah Peraturan Daerah sebagai pelaksanaan undang-undang di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus.

3.     Mukim adalah  kesatuan    masyarakat hukum dalam   Provinsi Nanggroe Aceh   Darussalam yang   terdiri   atas gabungan beberapa gampong  yang   mempunyai  batas  wilayah    tertentu dan   harta   kekayaan     sendiri,
berkedudukan langsung di bawah Kecamatan/Sagoe Cut atau nama lain, yang dipimpin oleh Imum Mukim atau
nama lain.

4.     Gampong atau nama lain adalah kesatuan masyarakat    hukum yang merupakan     organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah   Mukim atau nama lain yang   menempati wilayah tertentu,   yang   dipimpin   oleh Keuchik atau nama lain dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri.

5.      Lambang   daerah   termasuk   alam   atau   panji   kemegahan   adalah   lambang   yang   mencerminkan   keistimewaan   dan kekhususan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.







Pendapatan Daerah
1.     70% dari royalti pertambangan minyak dan gas akan disalurkan kepada wilayah tersebut

2.     pendapatan royalti sebesar 80% dari hutan dan perikanan

3.     pendapatan dana yang berasal dari Alokasi Dana Umum Nasional – seperti juga yang lainnya dalam otnomi 'biasa'

4.     Alokasi Dana Umum sebesar 2% untuk pendidikan dan kesehatan

5.     Dana tambahan (jumlahnya belum ditentukan) untuk pembangunan infrastruktur;


1.     pendapatan yang lebih besar dari sumberdaya minyak dan gas sampai 70%. Ketetapan itu melebihi otonomi biasa yang mengatur pembagian pendapatan di mana pemerintah propinsi hanya mendapatkan 15% dari minyak dan 35% pendapatan dari gas

2.     Sumber pendapatan asli Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, terdiri atas:
a)     pajak Daerah
b)     retribusi Daerah
c)     zakat
d)     hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan; dan
e)     lain-lain pendapatan Daerah yang sah.

Zakat merupakan pendapatan yang membedakan aceh dengan daerah lainnya.



Lembaga Legislatif
1.     Kekuasaan legislatif Provinsi Papua dilaksanakan oleh DPRP.

2.     DPRP       terdiri  atas   anggota     yang    dipilih  dan    diangkat    berdasarkan      peraturan perundang-undangan.

3.     Pemilihan,    penetapan    dan   pelantikan   anggota    DPRP    dilaksanakan    sesuai   dengan peraturan perundang-undangan.

4.     Jumlah    anggota    DPRP    adalah  1¼   (satu  seperempat)    kali  dari  jumlah  anggota  DPRD Provinsi Papua sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

5.     Kedudukan, susunan, tugas, wewenang, hak dan tanggung jawab, keanggotaan, pimpinan dan alat kelengkapan DPRP diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

6.     Kedudukan keuangan DPRP diatur dengan peraturan perundang-undangan.

1.     Kekuasaan  legislatif  di  Provinsi  Nanggroe   Aceh   Darussalam    dilaksanakan oleh  Dewan    Perwakilan  Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

2.     Dewan Perwakilan Rakyat Daerah   Provinsi   Nanggroe Aceh Darussalam  mempunyai fungsi  legislasi,  penganggaran, dan pengawasan kebijakan Daerah.

3.     Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mempunyai wewenang dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan undang-undang ini. .

4.     Jumlah   anggota   Dewan   Perwakilan   Rakyat   Daerah   Provinsi   Nanggroe   Aceh   Darussalam paling banyak 125% (seratus dua puluh lima persen) dari yang ditetapkan undang-undang.


Masyarakat Adat
1.     Pemerintah   Provinsi   Papua   wajib   mengakui,   menghormati,   melindungi,   memberdayakan dan    mengembangkan   hak-hak     masyarakat   adat  dengan     berpedoman  pada  ketentuan peraturan hukum yang berlaku.

2.     Hak-hak   masyarakat   adat   tersebut   pada   ayat   (1)   meliputi   hak   ulayat   masyarakat   hukum adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan.


1.     Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe adalah lembaga yang merupakan simbol bagi pelestarian penyelenggaraan  kehidupan adat, budaya, dan pemersatu masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

2.     Wali    Nanggroe    dan  Tuha   Nanggroe    bukan   merupakan     lembaga  politik  dan pemerintahan    dalam   Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Lembaga Yang Mengurusi Masalah Persatuan

1.      Dalam   rangka   pemantapan    persatuan   dan   kesatuan   bangsa   di  Provinsi  Papua  dibentuk  Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

2.     Tugas Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a.      melakukan klarifikasi sejarah Papua untuk pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan
b.     merumuskan dan menetapkan langkah-langkah rekonsiliasi.


1.     Wali Nanggroe dan Tuha Nanggroe adalah lembaga yang merupakan simbol bagi pelestarian penyelenggaraan  kehidupan adat, budaya, dan pemersatu masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

2.     Wali    Nanggroe    dan  Tuha   Nanggroe    bukan   merupakan     lembaga  politik  dan pemerintahan    dalam   Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

3.     Selain sebagai symbol bagi pelestaraian penyelengaraan kehidupan masyarakat adat wali nanggroe dan tuha nanggroe juga merupakan alat pemersatu masyarakat
Kekuasaan Kehakiman
1.     Kekuasaan  kehakiman di  Provinsi  Papua    dilaksanakan oleh  Badan    Peradilan   sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2.     Di  samping  kekuasaan     kehakiman  sebagaimana      dimaksud  pada   ayat  (1),  diakui  adanya peradilan adat di dalam masyarakat hukum adat tertentu.

3.     Peradilan adat adalah peradilan   perdamaian di lingkungan masyarakat  hukum  adat,yang mempunyai kewenangan memeriksa dan mengadili sengketa perdata adat dan perkara pidana di antara para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan
a.      Pengadilan adat disusun menurut    ketentuan hukum adat masyarakat hukum  adat yang bersangkutan.


4.     Pengadilan adat memeriksa dan mengadili sengketa  perdata  adat   dan   perkara  pidana sebagaimana dimaksud pada ayat  (1)  berdasarkan     hukum  adat masyarakat hukum  adat   yang bersangkutan.

5.     Dalam   hal  salah   satu  pihak  yang   bersengketa    atau   yang   berperkara   berkeberatan    atas putusan   yang   telah   diambil   oleh   pengadilan  adat   yang   memeriksanya   sebagaimana   dimaksud pada    ayat  (3),  pihak  yang   berkeberatan     tersebut  berhak   meminta     kepada   pengadilan    tingkat
1.     Peradilan Syariat Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai bagian dari sistem peradilan nasional dilakukan oleh Mahkamah Syar’iyah yang bebas dari pengaruh pihak mana pun.

2.     Kewenangan Mahkamah Syar’iyah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan atas syariat Islam dalam sistem hukum nasional, yang diatur lebih lanjut dengan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

3.     Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberlakukan bagi pemeluk agama Islam.
                                                      
4.     Mahkamah  Syar’iyah sebagaimana    dimaksud  dalam  Pasal 25 ayat  (1)  terdiri  atas  Mahkamah Syar’iyah Kabupaten/Sagoe dan   Kota/Banda    atau nama lain sebagai pengadilan    tingkat  pertama, dan Mahkamah Syar’iyah Provinsi sebagai pengadilan tingkat banding di ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

5.     Mahkamah Syar’iyah untuk pengadilan tingkat kasasi dilakukan pada Mahkamah Agung Republik Indonesia.

6.     Hakim Mahkamah Syar’iyah diangkat  dan diberhentikan oleh  Presiden   sebagai Kepala Negara atas usul Menteri Kehakiman setelah mendapat pertimbangan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Ketua Mahkamah Agung.
Peraturan Khusus Daerah
1.     Perdasus dibuat dan ditetapkan oleh DPRP bersama-sama Gubernur dengan pertimbangan dan persetujuan MRP.

2.     Perdasi dibuat dan ditetapkan oleh DPRP bersama-sama Gubernur.

3.     Tata cara pemberian pertimbangan dan   persetujuan   MRP   sebagaimana   dimaksud   pada ayat (1) diatur dengan Perdasi.

4.     Tata cara pembuatan Peraturan   Daerah sebagaimana dimaksud   pada   ayat   (1)   dan   ayat   (2)   diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


1.     Ketentuan mengenai peraturan-peraturan yang dibuat harus memperoleh pertimbangan dan persetujuan dari Qanun


Lembaga Khusus Yang Ada Di Daerah Otonomi Khusus
1.     Majelis Rakyat Papua, yang selanjutnya disebut MRP, adalah representasi cultural orang asli Papua, yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak orang asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

1.     Jika di papua memiliki MRP di aceh terdapat Mukim Dan Gampong dimana fingsi dari kedua lembaga tersebut dalam hal-hal tertentu tidak berbeda dengan MRP, namun Mukim dan Gampong memiliki kedudukan yang lebih rendah jika di bandingkan dengan MRP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar