BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Politik
hukum baru yang berisi upaya pembaharuan hukum menjadi keharusan ketika pada
tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia diproklamirkan sebagai negara merdeka dengan
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasarnya. Proklamasi kemardekaan
menuntut pembaruan atau penggantian atas hukum-hukum peninggalan zaman
penajahan Jepang dan Belanda, sebab jika dilihat dari sudut tata hukum maka
proklamasi merupakan tindakan perombakan secara total. Proklamasi kemardekaan
telah membawa indonesia pada idealita dan realita hukum yang lain dari yang
sebelumnya.[1]proklamasi
kemardekaan telah merubah tradisi masyarakat daari keadaan terjajah mendaji
masyarakat yang bebas (mardeka).
Pembentukan hukum dalam suatu sistem hukum sangat ditentukan
oleh konsep hukum yang dianut oleh suatu masyarakat hukum, juga oleh kualitas
pembentuknya. Proses ini berbeda pada setiap kelas masyarakat. Dalam masyarakat
sederhana, pembentukanya dapat berlangsung sebagai proses penerimaan terhadap
kebiasaan-kebiasaan hukum atau sebagai proses pembentukan atau pengukuhan
kebiasaan yang secara langsung melibatkan kesatuan-kesatuan hukum dalam
masyarakat itu. Dalam masyarakat Eropa Kontinental
pembentukan hukum dilakukan oleh badan legeslatif. Sedangkan dalam masyarakat
common law (Anglo saxion) kewenangan
terpusat pada hakim.[2]
Konsepsi hukum yang dianut oleh suatu negara merupakan
hal yang urgent, karena hal tersebut secara langsung akan mempengaruhi politik
hukum dan pembentukan peraturan perundang-undangan dari negara tersebut.
Indonesia sendiri telah memproklamirkan diri sebagai negara hukum (rechtstaat)
bukan negara yang berdasarkan atas kekuasaan (machtstaat). Hal ini tertuang di dalam pasal 1
ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “ Negara Indonesia adalah negara hukum”.[3] Negara hukum yang dimaksud adalah
negara yang menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka,
menghormati hak asasi mansuia dan setiap tindakan dan kebijakan pemerintah
harus berdasarkan atas ketentuan hukum (due
process of law).
Pandangan yang menganggap hukum
sebagai produk politik sebenarnya tidak sepenuhnya benar, jika menggunakan
kacamata das sein (kenyataan) dengan
kata lain hukum harus diartikan sebagai undang-undang maka hukum merupakan
produk politik. Namun jika dilihat dari dari segi isi atau jika didasarkan pada
pandangan das sollen (keinginan atau
yang seharusnya), maka jelas hukum bukan merupakan produk politik melainkan
hukum merupakan produk rakyat. Mochtar Kusumaatmadja menyebut bahwa, polotik
dan hukum itu interdeterminan, sebab politik tanpa hukum itu dzolim, sedangkan
hukum tanpa politik itu lumpuh.
Politik
hukum dapat diartikan sebagai kebijaksanaan hukum (legal policy) atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan
diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum
yang lama, dalam rangka mencapai tujuan negara. Kebijakan merupakan suatu
kumpulan keputusan yang diambil oleh seseorang atau kelompok politik dalam
usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan tersebut. seperti
diungkapkan sebelumnya, konsep hukum yang dianut oleh suatu negara mempengaruhi politik hukumnya, begitupula
politik hukum tiap negara berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal ini juga
karena keadaan dari masing-masing negara memiliki permasalahan yang
berbeda-beda yang memerlukan suatu pengaturan yang berbeda pula.
Gejala-gelasa sosial yang terjadi
dimasyarakat turut mempengaruhi arah kebijakan atau politik hukum pemerintah,
gejala-gelaja tersebut dapat berupa; kondisi politik, hukum, budaya, sosial,
ekonomi dan sebagainya. Dengan demikian menurut Mahfud, hukum dalam arti
undang-undang sebenarnya merupakan produk poleksosbud.
Didalam bukunya, General Theory Of
Law and State, Hans Kelsen mengatakan sebagai berikut:
If the new government is able to
maintain the new constitution in an efficacious manner, then this government
and this cionstitution are, according to international law, the legitimate
government and the valid consitution of te state.[4]
Suatu keadaan politik yang
menimbulkan pemerintah dan hukum baru
dapat sah sebagai pemerintah dan konstitusi baru sejauh pemerintah
tersebut secara politik bisa mempertahankan dan memberlakukannya.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian di atas, penyusun bermaksud membahas lebih lanjut rumusan masalah
berikut “Bagaimanakah Konsekuensi Yuridis Yang Muncul Sebagai Akibat
Posisi Politik Hukum Masuk Dalam Skin Out System’’?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Politik Hukum
Terdapat berbagai definisi yang dikemukakan
oleh para pakar hukum mengenai pengertian dari politik hukum, diantaranya
sebagaimana yang didefiniskan oleh LJ. van Appeldoorn dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum menyebut dengan istilah
politik perundang-undangan.[5]
Pengertian yang demikian dapat dimengerti mengingat bahwa di Belanda hukum
dianggap identik dengan undang-undang; hukum kebiasaan tidak tertulis diakui
juga akan tetapi hanya apabila diakui oleh Undang-undang.[6] Politik hukum juga dikonsepsi sebagai kebijaksanaan negara untuk
menerapkan hukum.[7]
Sedangkan Padmo wahjono mengatakan bahwa
politik hukum adalah kebijakan dasar yang menentukan arah , bentuk, maupun isi
hukum yang akan dibentuk.[8] Dalam
tulisannya yang lain Padmo Wahjono lanjut menjelaskan mengenai definisi politik
hukum dengan mengatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan penyelenggara
negara tentang apa yang akan dijadikan kreteria untuk menghukumkan sesutu yang
di dalamnya mencakup pembentukan, penerapan, dan penegakan hukum.[9]
Moh. Mahfud MD menyebutkan bahwa politik hukum adalah “legal policy”,
atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan
pembuatan hukum baru maupun dengan peggantian hukum lama, dalam rangka mencapai
tujuan Negara”.[10] Lebih
lanjut Mahfud menjelaskan bahwa politik hukum merupakan pilihan tentang
hukum-hukum yang akan diberlakukan sekaligus pilihan tentang hukum-hukum yang
akan dicabut atau tidak diberlakukan yang kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai
tujaun negara seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Sedangkan Teuku Muhammad Radhie mengkonsepsi politik hukum
sebagai pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di
wilayah suatu Negara dan mengenai arah kemana hukum hendak dikembangkan.[11]
Pengertian
lain tentang politik hukum dikemukakan
oleh Satjipto Rahardjo, beliau memberikan pengertian politik
hukum sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai
suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat. Pengertian yang aplikatif juga disampaikan oleh Hikmahanto. Menurutnya, peraturan
perundang-undangan (legislation)
merupakan bagian dari hukum yang dibuat secara sengaja oleh institusi negara.
Oleh karena itu pembuatan dari peraturan perundang-undangan tersebut memiliki
tujuan dan alasan tertentu yang dapat beraneka ragam. Berbagai tujuan dan
alasan yang menjadi dasar dibentuknya peraturan perundang-undangan ini disebut
dengan politik hukum.[12]
Definisi tersebut diatas
disempurnakan dengan pandangan dari Prof. Muchsan yang melihat
politik hukum dari segi teori hukum murni (pure
yuridis theoritis) yang menyatakan bahwa politik hukum adalah ilmu hukum yang merangkai perbuatan aparat yang berwewenang dalam memilih beberapa alternatif yang tersedia dalam menciptakan suatu produk hukum guna mewujudkan tujuan Negara.[13] Dari
pengertian tersebut Prof. Muchsan menyipulkan bahwa di dalam Politik Hukum
harus terdapat 4 unsur sebagaimana berikut:
1.
Berbentuk perbuatan aparat yang berwewenang
(kompetensi)
2.
Ada
alternative yang dapat dipilih
4.
Tujuan Negara
.
Berdasarkan
pelbagai pengertian tentang politik hukum di atas, Penyusun
sendiri memberikan pengertian bahwa Politik Hukum adalah merupakan serangkain
kebijakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang menyangkut pembentukan
hukum baru dalam rangka mencapai tujuan negara.
Adapun tujuan dari politik hukum, Soehino
mengemukakan 3 (tiga) tujuan pengkajian politik hukum, yaitu: [15]
Agar orang mampu memahami pemikiran-pemikiran
masa lampau, yang melatarbelakangi penetapan aturan-aturan hukum dan atau
ketentuan-ketentuan hukum yang sedang berlaku. Dengan demikian orang mampu
mengaplikasikan atau menerapkan aturan-aturan hukum dan atau
ketentuan-ketentuan hukum sebagaimana mestinya.
Agar orang
mampu menentukan dan memilih pemikiran-pemikiran tersebut diatas, yang dapat
dipergunakan sebagai atau menjadi dasar penetapan aturan-aturan hukum dan atau
ketentuan-ketentuan hukum ius constitutum dari ius constituendum yang berlaku dalam
rangka menghadapi perkembangan, perubahan, atau pertumbuhan kehidupan
bermasyarakat. Sehingga mampu menetapkan aturan-aturan hukum dan atau
ketentuan-ketentuan hukum baru sesuai dengan kebutuhan kehidupan bermasyarakat.
Agar orang mampu memahami kebijakan yang
menggariskan kerangka dan arah tata hukum yang berlaku. Sehingga dapat
menerapkan dan mengembangkan hukum sesuai dengan kebutuhan hidup bermasyarakat
dalam satu sistem.
B.
Korelasi
(Hubungan) Gejala-Gejala Sosial Yang Satu dengan Yang Lain
Hukum sendiri dapat dipelajari dan diteliti
sebagai suatu ”skin in system” (studi mengenai Law In The Book) dan “skin out system” (studi mengenai Law In Action).
Skin in system merupakan hubungan antara
geja-gejala sosial, dimana hukum sebagai gejala sosial adalah merupakan gejala
yang paling dominan, sehingga hukum akan mempengaruhi, memberikan sifat dan
corak kepada gejala-gejala sosial yang lain. Sedangkan skin out system
mengandung perngertian bahwa, didalam kehidupan masyarakat, masing-masing
gejala-gejala siosial saling berinteraksi (aktif bersama-sama) dan saling
berindependensi (berhubungan) dengan kata lain semua gejala-gejala sosial
saling mempengaruhi.[16]
C.
Konsekuensi
Yuridis Yang Muncul Sebagai Akibat Posisi Politik Hukum Masuk Dalam Skin Out System
Gejala-gejala sosial seperti politik,
hukum, ekonomi, sosial dan budaya itu berada dan saling mempengaruhi di dalam
kehidupan masyarakat (Skin Out System).
Oleh karena itu, perkembangan dan kemajuan dari masing-masing gejala sosial
sangat ditentukan oleh perkembangan dan kemajuan yang dicapai oleh masyarakat.
Gejala-gejala sosial tersebut (politik, hukum, ekonomi, sosial dan budaya)
tumbuh dan berkembang di masyarakat. Maka untuk mengatur gejala-gejala sosial
tersebut pemerintah perlu mengaturnya dalam suatu peraturan yang digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan negara. Sehingga tepat kiranya apa yang
dikemukakan di awal bahwa hukum adalah produk rakyat dan bukan sekedar produk
politik atau produk hasil kepentingan elit politik.
Politik Hukum terletak di dalam sistem tata
hukum dan berkembang di dalam skin out
system, yang artinya Perbuatan aparat yang berwenang dengan memilih
beberapa alternatif yang tersedia, memproduksi suatu produk hukum guna
mewujudkan tujuan negara, akan saling mempengaruhi dan berinterdependensi
dengan gejala-gejala sosial yang ada di tengah kehidupan rakyat (masyarakat).
Hukum memberikan dasar legalitas bagi
kekuasaan politik dan kekuasaan politik membuat hukum menjadi efektif, atau
dengan kata lain dapat dikemukakan bahwa hukum adalah kekuasaan yang diam dan
politik adalah hukum yang in action
dan kehadirannya dirasakan nyata serta berpengaruh dalam kehidupan
kemasyarakatan. Hukum dan politik mempunyai kedudukan yang sejajar. Hukum tidak
dapat ditafsirkan sebagai bagian dari sistem politik, demikian sebaliknya.
Realitas hubungan hukum dan politik tidak sepenuhnya ditentukan oleh
prinsip-prinsip yang diatur dalam suatu sistem konstitusi, tetapi lebih
ditentukan oleh komitmen rakyat dan elit politik untuk melaksanakan konstitusi
agar sesuai dengan semangat dan jiwanya. Sebab suatu sistem konstitusi hanya
mengasumsikan ditegakkannya prinsip-prinsip tertentu, tetapi tidak bisa secara
otomatis mewujudkan prinsip-prinsip tersebut[17].
Dengan posisi politik hukum yang masuk
dalam skin out system, maka serangkain
kebijakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang menyangkut pembentukan
hukum baru atau penggantian hukum yang lama dalam rangka mencapai tujuan negara
haruslah memperhatikan semua gejala-gejala sosial yang ada dalam masyarakat
sehingga dapat tebentuk suatu produk hukum yang visioner yang merangkul semua
kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek dan bidang kehidupan berbangsa dan
bernegara.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsekuensi yuridis yang muncul sebagai
akibat posisi politik hukum masuk dalam skin
out system adalah bahwa, dalam setiap legal policy”,
atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan
pembuatan hukum baru maupun dengan peggantian hukum lama, dalam rangka mencapai
tujuan Negara, haruslah memperhatikan semua gejala-gejala sosial yang
ada dalam masyarakat sehingga dapat tebentuk suatu produk hukum yang visioner
yang merangkul semua kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek dan bidang
kehidupan berbangsa dan bernegara.
B. Saran
Pelaksanaan
politik hukum di Indonesia harus mengacu dan mengedepankan pembentukan produk
hukum yang sesuai dengan tujuan negara daripada tujuan politik masing-masing
partai di DPR.
[2]http://mabuk-hukum.blogspot.com/2011/03/sejarah-dan-perkembangan-politik-hukum.html di akses tanggal 18 September
2013 pukul 20:49
Paramitha),
cet. Ke-18, 1981, hlm. 390.
hlm. 9.
[7] David Kairsy (ed). The Politics of
Law, A Progressive Critique, (New York: Pantheon Books, 1990), hlm. xi.
[8] Padmo Wahjono, Indonesia Negara
Berdasarkan Atas Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), Cet. II, hlm. 160
[9] Padmo Wahjono,
“Meyelisisk Proses Terbentuknya Peraturan
Perundang-Undangan,” dalam majalah Forum
Keadailan, No. 29, April 1991, hlm. 65 dalam Moh. Mahfud MD, Politk Hukum Di Indonesia, Jakarta:
Rajawali Pers, 2012, hlm. 1
[10] Moh. Mahfud MD,
Politk Hukum Di Indonesia, Jakarta:
Rajawali Pers, 2012, hlm. 1
Hand Out
kuliah Kebijakan Pembangunan Hukum Program Doktor (S3) UII. Diperoleh dari http://lawismyway.blogspot.com/2011/01/peranan-politik-hukum-dalam-mewujudkan.html
[13] Disampaikan
oleh Prof. Muchsan
dalam Perkuliahan Politik Hukum Magister
Hukum UGM, (Yogyakarta. Jum’at 13 September 2013)
[14] Alasan Prof.
Muchsan mengatakan bahwa dalam Politik Hukum darus ada hukum baru yang lahir
adalah karena; 1) banyak hukum yang belum diatur (Recth vacum), 2) Indonesia adalah negara berkembang, 3) Indonesia
belum memiliki hukum nasional.
[15] http://www.referensimakalah.com/2012/10/pengertian-dan-tujuan-politik-hukum.html diakses tanggal
19 September 2013 pukul 2018
[16]
Disampaikan
oleh Prof. Muchsan
dalam Perkuliahan Politik Hukum Magister
Hukum UGM, (Yogyakarta. Jum’at 13 September 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar