Rabu, 30 April 2014

MAZHAB-MAZHAB DALAM FILSAFAT HUKUM

  1.        I.    MAZHAB HUKUM ALAM

 Hukum alam sesungguhnya merupakan suatu konsep yang mencakup banyak teori didalamnya. Berbagai anggapan dan pendapat  yang dikelompokkan ke dalam hukum alam bermunculan dari masa ke masa.Mempelajari sejarah hukum alam, maka kita akan mengkaji sejarah manusia yang berjuang untuk menemukan keadilan yang mutlak di dunia ini serta kegagalan-kegagalannya. Pada suatu saat hukum alam muncul dengan kuatnya, pada saat yang lain ia diabaikan, tetapi yang pasti hukum alam tidak pernah mati. Hukum Alam adalah hukum yang normanya berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, dari alam semesta dan dari akal budi manusia, karenanya ia di gambarkan sebagai hukum yang berlaku abadi.
 Hukum alam dimaknai dalam berbagai arti oleh beberapa kalangan pada masa yang berbeda. Berikut ini akan di paparkan pandangan hukum alam dari Aristoteles, Thomas Aquinas, dan Hugo Grotius;    
Aristoteles;
Aristoteles merupakan pemikir tentang hukum yang petama-tama membedakan antara hukum alam dan hukum positip.
Hukum alam adalah suatu hukum yang berlaku selalu dan dimana-mana karena hubungannya dengan aturan alam. Hukum itu tidak pernah berubah, tidak pernah lenyap dan berlaku dengan sendirinya. Hukum alam dibedakan dengan hukum positif, yang seluruhnya tergantung dari ketentuan manusia. Hukum harus ditaati demi keadilan. Keadilan selain sebagai keutamaan umum (hukum alam) juga keadilan sebagai keutamaan moral khusus. Keadilan menentukan bagaimana hubungan yang baik antara sesama manusia, yang meliputi keadilan dalam pembagian jabatan dan harta benda publik, keadilan dalam transaksi jual beli, keadilan dalam hukum pidana, keadilan dalam hukum privat.
Thomas aquinas;
Dalam membahas hukum  Thomas membedakan antara hukum yang berasal dari wahyu dan hukum yang dijangkau akal budi manusia. Hukum yang didapat wahyu disebut  hukum ilahi positif (ius divinum positivum). Hukum yang didapatkan berdasarkan akal budi adalah ‘hukum alam’(ius naturale), hukum bangsa-bangsa(ius gentium), dan hukum positif manusiawi (ius positivum humanum).
Menurut Aquinas hukum alam itu agak umum, dan tidak jelas bagi setiap orang, apa yang sesuai dengan hukum alam itu. Oleh karenanya perlu disusun undang-undang negara yang lebih kongkret mengatur hidup bersama. Inilah hukum posisif. Jika hukum positif bertentangan dengan hukum alam maka hukum alam yang menang dan hukum positif kehilangan kekuatannya. Ini berarti bahwa hukum alam memiliki kekuatan hukum yang sungguh-sungguh. Hukum positif hanya berlaku jika berasal dari hukum alam. Hukum yang tidak adil dan tidak dapat diterima akal, yang bertentangan dengan norma alam, tidak dapat disebut sebagai hukum, tetapi hukum yang menyimpang

Hugo grotius;
Grotius adalah penganut humanisme, yang mencari dasar baru bagi hukum alam dalam diri manusia sendiri. Manusia memiliki kemampuan untuk mengerti segala-galanya secara rasional melalui pemikirannya menurut hukum-hukum matematika. Manusia dapat menyusun daftar hukum alam dengan menggunakan prinsip-prinsip a priori yang dapat diterima secara umum. Hukum alam tersebut oleh Grotius dipandang sebagai hukum yang berlaku secara real sama seperti hukum positif.
Hukum alam tetap berlaku, juga seandainya Allah tidak ada. Sebabnya adalah bahwa hukum alam itu termasuk akal budi manusia sebagai bagian dari hakekatnya. Dilain pihak Grotius tetap mengaku, bahwa Allah adalah pencipta alam semesta. Oleh karena itu secara tidak langsung Allah tetap merupakan pundamen hukum alam. Hak-hak alam yang ada pada manusia adalah;
§   hak untuk berkuasa atas diri sendiri, yakni hak atas kebebasan.
§  hak untuk berkuasa atas orang lain
§  hak untuk berkuasa sebagai majikan
§  hak untuk berkuasa atas milik dan barang-barang.

Grotius juga memberikan prinsip yang menjadi tiang dari seluruh sistem hukum alam yakni:
§  prinsip kupunya dan kau punya. Milik orang lain harus dijaga
§  prinsip kesetiaan pada janji
§  prinsip ganti rugi
§  prinsip perlunya hukuman karena pelanggaran atas hukum alam.
Sebagaimana telah di utarakan di muka, hukum alam ini selalu dapat dikenali sepanjang abad-abad sejarah manusia, oleh karena ia merupakan usaha manusia untuk menemukan hukum dan keadilan yang ideal.

  1.      II.    MAZHAB FORMALISTIS

Hukum dan moral merupakan dua bidang terpisah dan harus dipisahkan.
Salah satu cabang dari aliran yang menganut pendapat diatas adalah mazhab formalistik yang teorinya lebih dikenal dengan nama analytical jurisprudence. Diantara tokoh terkemuka dari mazhab ini adalah John Austin dan Hans Kelsen.
John Austin;
Austin mendefenisikan hukum sebagai;
“Peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada mahluk yang berakal oleh mahluk yang berkuasa atasnya”.
Hukum merupakan perintah dari yang mereka yang memegang kekuasaan tertinggi, atau dari yang memegang kedaulatan. Austin menganggap hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup.
Hukum yang sebenarnya mengandung 4 unsur menurut Austin:
1.     Perintah
2.     Sanksi (sesuatu yang buruk melekat pada perintah)
3.     Kewajiban
4.     Kedaulatan.   
Ajaran Austin sama sekali tidak menyangkut kebaikan-kebaikan atau keburukan-keburukan hukum, oleh karena penilaian tersebut dianggapnya sebagai persoalan yang berbeda di luar hukum. Walaupun Austin mengakui hukum Alam atau moral yang mempengaruhi warga masyarakat, tetapi itu tidak penting bagi hukum.

Hans Kelsen;
Adalah tokoh mazhab Formalistis yang terkenal dengan teori murni tentang hukum (pure Thory of law).
Sistem hukum adalah suatu sistem pertanggapan dari kaidah-kaidah, dimana suatu kaidah hukum tertentu akan dapat dicari sumbernya pada kaidah hukum yang lebih tinggi derajatnya. Kaidah yang merupakan puncak dari sistem pertanggapan adalah kaidah dasar atau Grundnorm. Grundnorm ini semacam bensin yang menggerakkan seluruh sistem hukum. Dialah yang menjadi dasar mengapa hukum harus di patuhi. Proses konkretisasi setapak demi setapak mulai dari grundnorm hingga penerapannya pada situasi tertentu. Proses ini melahirkan Stufenbau theori. Menurut Kelsen dalam ajaran hukum murninya, hukum tidak boleh dicampuri oleh masalah-masalah politik, kesusilaan, sejarah, kemasyarakatan dan etika. Juga tak boleh di campuri oleh masalah keadilan. Keadailan menurut Kelsen adalah masalah ilmu politik.

  1.    III.   MAZHAB KEBUDAYAAN DAN SEJARAH

Mazhab hukum historis lahir pada awal aabad XIX, yakni pada tahun 1814, dengan diterbitkannya suatu karangan dari F. Von Savigny, yang berjudul: ‘Vom Beruf unserer Zeit fur Gezetgebung und Rechtwissenchaft’ (tentang seruan Zaman kini akan undang-undang dan ilmu hukum). Tokoh mazhab ini ialah F. Von Savigny dan Sir Henry Maine

Friedrich Carl Von Savigny;
Menurut Savigny hukum merupakan salah satu faktor dalam kehidupan bersama suatu bangsa, seperti bahasa, adat, moral, dan tatanegara. Oleh karena itu hukum merupakan sesuatu yang bersifat supra-individual, suatu gejala masyarakat. Pada permulaan, waktu kebudayaan bangsa-bangsa masih bertaraf rendah, hukum timbul secarah spontan dengan tidak sadar dalam jiwa warga bangsa. Kemudian sesudah kebudayaan berkembang, semua fungsi masyarakat dipercayakan pada suatu golongan tertentu. Demikianlah pengolahan hukum dipercayakan kepada kepada kaum yuris sebagai ahli-ahli bidangnya.
Hakikat dari sistem hukum menurut Savigny adalah sebagai pencerminan jiwa rakyat yang mengembangkan hukum itu. Semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan dan bukan berasal dari pembentuk undang-undang.


Sir Henry Maine;
Aliran sejarah telah membuka jalan bagi perhatian yang lebih besar terhadap sejarah dari suatu tata hukum dan dengan demikian mengembangkan pengertian, bahwa hukum itu merupakan suatu unikum. Keadaan yang demikian ini menyuburkan dilakukannya penelitian-penelitian serta karya-karya yang bersifat anthropologis. Maine dianggap sebagai yang pertama-tama melahirkan karya yang demikan.
Maine mengatakan masyarakat ada yang “statis” dan ada yang “progresip”. Masyarakat progresip adalah yang mampu mengembangkan hukum melalui tiga cara, yaitu: fiksi, equity dan perundang-undangan. Perubahan masyarakat tidak selalu menuju kepada yang lebih baik. Perjalanan masyarakat menjadi proresip, disitu terlihat adanya perkembangan dari suatu situasi yang ditentukan oleh status kepada penggunaan kontrak.

  IV.          MAZHAP UTILITARIANISM
Pada mazhap ini  tokohnya adalah Jeremy Bentham dan Rudolph Von Jhering.
Jeremy Bentham;
Bentham adalah pejuang yang gigih untuk hukum yang dikodifikasikan dan untuk merombak hukum Inggris yang baginya merupakan suatu yang kacau. Sumbangan terbesarnya terletak dalam bidang kejahatan dan pemidanaan. Dalilnya adalah, bahwa manusia itu akan berbuat dengan cara sedemikian rupa  sehingga ia mendapatkan kenikmatan yang sebesar-besarnya dan menekan serendah-rendahnya penderitaan. Standar penilaian yang di pakai adalah “apakah suatu tindakan menghasilkan kebahagiaan”. Selanjutnya Betham mengemukakan agar pembentuk hukum harus membentuk hukum yang adil bagi segenap warga masyarakat secara individual.

Rudolph von Jhering;
Ia dikenal dengan ajarannya yang biasa disebut social utilitarianism.Hukum merupakan suatu alat bagi masyarakat untuk mencapai tujuannya. Hukum adalah sarana untuk mengendalikan individu-individu, agar tujuannya sesuai dengan tujuan masyarakat dimana mereka menjadi warganya. Hukum merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk melaksanakan perubahan-perubahan sosial.

  1.     V.   MAZHAB SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE

Tokoh mazhab ini adalah Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound
Eugen Ehrlich;
Penulis yang pertama kali menyandang judul sosiologi hukum (Grundlegung der Soziologie des Recht, 1912). Menurut Ehrlich pusat gaya tarik perkembangan hukum tidak terletak pada perundang-undangan, tidak pada ilmu hukum, tetapi di dalam masyarakat sendiri. Ajaran berpokok pada pembedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup, atau dengan kata lain pembedaan antara kaidah-kaidah hukum dgn kaidah-kaidah sosial lainnya. Hukum positif hanya akan efektif  apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Roscoe Pound; 
Hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial, dan adalah tugas ilmu hukum untuk mengembangkan suatu kerangka dengan mana kebutuhan-kebutuhan sosial dapr terpenuhi secara maksimal. Pound juga menganjurkan untuk mempelajari hukum sebagai suatu proses (law in action), yang dibedakan dengan hukum yang tertulis(law in the books). Pembedaan ini dapat diterapkan pada seluruh bidang hukum, baik hukum substantif, maupun hukum ajektif. Ajaran tersebut menonjolkan masalah apakah hukum yang ditetapkan sesuai dengan pola-pola perikelakuan.

  1.   VI.   MAZHAB REALISME HUKUM 

Tokoh yang terkenal dalamaliran ini adalah hakim agung Oliver Wendell Holmes,
Jerome Frank dan Karl Llewellyn. Kaum realis tersebut mendasarkan pemikirannya pada suatu konsepsi  radikal mengenai proses peradilan. Menurut mereka hakim itu lebih layak disebut sebagai pembuat hukum daripada menemukannya. Hakim harus selalu melakukan pilian, asas mana yang akan diutamakan dan pihak mana yang akan dimenangkan. Aliran realis selalu menekankan pada hakikat manusiawi dari tindakan tersebut.
Holmes mengatakan bahwa kewajiban hukum hanyalah merupakan suat dugaan bahwa apabila seseorang berbuat atau tidak berbuat, maka dia akan menderita sesuai dengan keputusan suatu pengadilan. Lebih jauh Karl Llewellyn menekankan pada fungsi lembaga-lembaga hukum. Pokok-pokok pendekatan kaum realis antara lain; hukum adalah alat untuk mencapai tujuan-tujuan sosial dan hendaknya konsepsi hukum itu menyinggung hukum yang berubah-ubah dan hukum yang diciptkan oleh pengadilan.


Jumat, 25 April 2014

KONTRIBUSI HUKUM ISLAM TERHADAP PERKEMBANGAN HUKUM NASIONAL

                                                         
KONTRIBUSI HUKUM ISLAM TERHADAP
PERKEMBANGAN HUKUM NASIONAL


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Add caption
Islam sebagai agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Indonesia, tentu sangat berpengaruh terhadap pola hidup bangsa Indonesia. Perilaku pemeluknya tidak lepas dari syari'at yang dikandung agamanya. Melaksanakan syari'at agama yang berupa hukum-hukum menjadi salah satu parameter ketaatan seseorang dalam menjalankan agamanya. Ada beberapa kata yang harus diberikan penjelasan dari judul di atas, yaitu: kontribusi, hukum Islam, perkembangan, hukum, dan nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa kata "kontribusi" berarti sumbangan[1]1Kamus bahasa Inggris  menyebutnya dengan contribution, yang berarti act of contributing, perbuatan memberikan sumbangan. Sumbangan yang dimaksud pada kata tersebut pada umumnya bersifat immaterial.
Kata hukum yang dikenal dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab hukm yang berarti putusan (judgement) atau ketetapan (Provision). Dalam buku Ensiklopedi Hukum Islam, hukum berarti menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya[2] Sementara dalam A Dictionary of Law dijelaskan tentang pengertian hukum sebagai berikut :
"Law is "the enforceable body of rules that govern any society or one of the rules making up the body of law, such as Act of Parliament."
"Hukum adalah suatu kumpulan aturan yang dapat dilaksanakan untuk mengatur atau memerintah masyarakat atau aturan apa pun yang dibuat sebagai suatu aturan hukum seperti tindakan dari Parlemen."
Bagi kalangan muslim, jelas yang dimaksudkan sebagai hukum adalah Hukum Islam, yaitu keseluruhan aturan hukum yang bersumber pada AIquran, dan untuk kurun zaman tertentu lebih dikonkretkan oleh Nabi Muhammad dalam tingkah laku Beliau, yang lazim disebut Sunnah Rasul. Sementara itu Rifyal Ka'bah mengemukakan bahwa hukum Islam adalah terjemahan dari istilah Syari'at Islam (asy-syari'ah al-lslamiyyah) atau fiqh Islam (alfiqh a/- Islami). Syariat Islam dan fiqh Islam adalah dua buah istilah otentik Islam yang berasal dari perbendaharaan kajian Islam sejak lama.

Kedua istilah ini dipakai secara bersama-sama atau silih berganti di Indonesia dari dahulu sampai sekarang dengan pengertian yang kadang-kadang berbeda, tetapi juga sering mirip. Hal ini sering menimbulkan kerancuan-kerancuan di kalangan masyarakat bahkan di antara para ahli. Kaidah-kaidah yang bersumber dari Allah SWT kemudian lebih dikonkretkan diselaraskan dengan kebutuhan zamannya rnelalui ijtihad atau penemuan hukum oleh para mujtahid dan pakar di bidangnya masing-masing, baik secara perorangan maupoun kolektif. Nasional berarti bersifat 1) kebangsaan, 2) meliputi suatu bangsa[3].
Sebagai negara berdasar atas hukum yang berfalsafah Pancasila, Negara melindungi agama, penganut agama, bahkan berusaha memasukkan hukum agama ajaran dan hukum agama Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana pernyataan the founding father RI, Mohammad Hatta, bahwa dalam pengaturan negara hukum Republik Indonesia, syari'at Islam berdasarkan AI-Qur'an dan Hadis dapat dijadikan peraturan perundang-undangan Indonesia sehingga orang
Islam mempunyai sistem syari'at yang sesuai dengan kondisi Indonesia[4].
Dalam hal ini sangat menarik untuk menyimak apa yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Bustanul Arifin, S. H. bahwa prospek hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional sangat positif karena secara kultural, yuridis dan sosiologis memiliki akar kuat. Menurutnya, Hukum Islam memiliki serta menawarkan konsep hukum yang lebih universal dan mendasarkan pada nilai-nilai esensial manusia sebagai khalifatullah, bukan sebagai homo economics [5].

B.    Perumusan Masalah

Berdasarkan judul penelitian yaitu “kontribusi hukum islam terhadap perkembangan hukum nasional ”, maka dalam makalah ini menjelaskan hal-hal sebagai berukut:

a.       Bagaimana hukum islam di indonesia
b.     Apa saja undang –undang yang dipengaruhi oleh hukum islam
c.      Bagaimana dasar pemikiran bank syariah
d.     Bagaimana perkembangan bank syariah di indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hukum Islam di Indonesia
Sistem hukum yang mewarnai hukum nasional kita di Indonesia selama ini pada dasarnya terbentuk atau dipengaruhi oleh tiga pilar subsistem hukum yaitu sistem hukum barat, hukum adat dan sistem hukum Islam, yang masing-masing menjadi sub-sistem hukum dalam sistem hukum Indonesia. Sistem Hukum Barat merupakan warisan penjajah kolonial Belanda yang selama 350 tahun menjajah Indonesia. Penjajahan tersebut sangat berpengaruh pada sistem hukum nasional kita. Sementara Sistem Hukum Adat bersendikan atas dasardasaralam pikiran bangsa Indonesia, dan untuk dapat sadar akan sistem hukum adat orang harus menyelami dasar-dasar alam pikiran yang hidup di dalam masyarakat Indonesia. Kemudian sistem Hukum Islam, yang merupakan sistem hukum yang bersumber pada kitab suci AIquran dan yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad dengan hadis/sunnah-Nya serta dikonkretkan oleh para mujtahid dengan ijtihadnya[6].
Bustanul Arifin menyebutnya dengan gejala sosial hukum itu sebagai perbenturanantara tiga sistem hukum, yang direkayasa oleh politik hukum kolonial Belanda dulu yang hingga kini masih belum bisa diatasi[7], seperli terlihat dalam sebagian kecil pasal pada UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Dari ketiga sistem hukum di atas secara objektif dapat kita nilai bahwa hukum Islamlah ke depan yang lebih berpeluang memberi masukan bagi pembentukan hukum nasional. Selain karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan adanya kedekatan emosional dengan hukum Islam juga karena sistem hokum barat / kolonial sudah tidak berkembang lagi sejak kemerdekaan Indonesia, sementara hukum adat juga tidak memperlihatkan sumbangsih yang besar bagi pembangunan hukum nasional, sehingga harapan utama dalam pembentukan hukum nasional adalah sumbangsih hukurn Islam.
Hukum Islam memiliki prospek dan potensi yang sangat besar dalam pembangunan hukum nasional. Ada beberapa pertimbangan yang menjadikan hukum Islam layak menjadi rujukan dalam pembentukan hukum nasional yaitu[8].
1. Undang-undang yang sudah ada dan berlaku saat ini seperti, UU Perkawinan, UU Peradilan Agama, UU Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU Pengelolaan Zakat, dan UU Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam serta beberapa undang-undang lainnya yang langsung maupun tidak langsung memuat hukum Islam seperti UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang mengakui keberadaan Bank Syari'ah dengan prinsip syari'ahnya., atau UU NO. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang semakin memperluas kewenangannya, dan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih kurang 90 persen beragama Islam akan memberikan pertimbangan yang signifikan dalam mengakomodasi kepentingannya. 3. Kesadaran umat Islam dalam praktek kehidupan sehari-hari. Banyak aktifitas keagamaan masyarakat yang terjadi selama ini merupakan cerminan kesadaran mereka menjalankan Syari'at atau hukum Islam, seperti pembagian zakat dan waris.
4. Politik pemerintah atau political will dari pemerintah dalam hal ini sangat menentukan. Tanpa adanya kemauan politik dari pemerintah maka cukup berat bagi Hukum Islam untuk menjadi bagian dari tata hukum di Indonesia.

Untuk lebih mempertegas keberadaan hukum Islam dalam konstalasi hukum  nasional dapat dilihat dari Teori eksistensi tentang adanya hukum Islam di dalam hukum nasional Indonesia. Teori ini mengungkapkan bahwa bentuk eksistensi hukum Islam di dalam hukum nasionallndonesia itu ialah:
1. ada dalam arti sebagai bagian integral dari hukum nasional lndonesia.
2. ada dalam arti kemandirian, kekuatan dan wibawanya diakui adanya oleh hukum nasional dan diberi status sebagai hukum nasional.
3. ada dalam hukum nasional dalam arti norma hukum Islam (agama) berfungsi sebagai penyaring bahan-bahan hukum nasionallndonesia.
4. ada dalam arti sebagai bahan utama dan unsur utama hukum nasional Indonesia[9].


C.    Undang –Undang Yang Dipengaruhi Oleh Hukum Islam
Bila dilihat dari realitas politik dan perundang-undangan di Indonesia nampaknya eksistensi hukum Islam semakin patut diperhitungkan seperti terlihat dalam beberapa peraturan perundangan yang kehadirannya semakin memperkokoh Hukum Islam:

(1) Undang-Undang Perkawinan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan dan diundangkan di Jakarta Pada tanggal 2 Januari 1974 (Lembaran Negara Tahun 1974 No. Tambahan Lembaran Negara Nomer 3019).

(2) Undang-Undang Peradilan Agama
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1989 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 No. 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3400). Kemudian pada tanggal 20 Maret 2006 disahkan UU Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agarna.

(3) Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji
Undang-Undang No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 Mei 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3832), yang digantikan oleh UU Nomor 13 Tahun 2008. UU pengganti ini memiliki 69 pasal dari sebelumnya 30 pasal. UU ini mentikberatkan pada adanya pengawasari dengan dibentuknya Komisi Pengawasan Haji Indonesia [KPHI]. Demikian juga dalam UU ini diiatur secara terperinci tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji [BPIH][10]. Aturan baru tersebut diharapkan dapat menjadikan pelaksanaan ibadah haji lebih tertib dan lebih baik.

(4) Undang-Undang Pengelolaan Zakat
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakatdisahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggaI 23 September 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3885).

(5) Undang-Undang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh.
Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1999 No.172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.3893).

(6) Undang-Undang Otonomi Khusus Aceh
Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Agustus 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 No. 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4134).

(7) Kompilasi Hukum Islam
Perwujudan hukum bagi umat Islam di Indonesia terkadang menimbulkan pemahaman yang berbeda. Akibatnya, hukum yang dijatuhkan sering terjadi perdebatan di kalangan para ulama. Karena itu diperlukan upaya penyeragaman pemahaman dan kejelasan bagi kesatuan hukum Islam. Keinginan itu akhirnya memunculkan Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang saat ini telah menjadi salah satu pegangan utama para hakim di lingkungan Peradilan Agama. Sebab selama ini Peradilan Agama tidak mempunyai buku standar yang bisa dijadikan pegangan sebagaimana halnya KUH Perdata. Dan pada tanggal 10 Juni 1991 Presiden menandatangani Inpress No.1 Tahun 1991 yang merupakan instruksi untuk memasyarakatkan KHI.

(8) Undang-undang tentang Wakaf
Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Oktober 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4459). Kemudian pada tanggal 15 Desember 2006 ditetapkanlah peraturan pemerintah Republik. Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

(9) Undang-Undang Tentang Pemerintahan Aceh
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, semakin menegaskan legalitas penerapan syariat Islam di Aceh. Syariat Islam yang dimaksud dalam undang-undang ini meliputi ibadah, al-ahwal alsyakhshiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), jinayah (hukum pidana), qadha (peradilan), tarbiyah (pendidikan), dakwah, syi'ar, dan pembelaan Islam. Di samping itu keberadaan Mahkamah Syar'iyah yang memiliki kewenangan yang sangat luas semakin memperkuat penerapan hukum Islam di Aceh. Mahkamah Syar'iyah merupakan pengadilan bagi setiap orang yang beragama Islam dan berada di Aceh. Mahkamah ini berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara yang meliputi bidang al-ahwal al-syakhshiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata) tertentujinayah (hukum pidana) tertentu, yang didasarkan atas syari'at Islam.

10) Undang-undang Tentang Perbankan Syari'ah[11]
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang diundangkan pada tanggal 10 November 1998, menandai sejarah baru di bidang perbankan yang mulai memberlakukan sistem ganda duel system banking di Indonesia, yaitsistem perbankan konvensional dengan piranti bunga, dan sistem perbankan dengan peranti akad-ak[12] yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah[13]Tren perkembangan perbankan syariah yang begitu cepat dengan memperoleh simpatik luas dari umat muslim dan juga dari nonmuslim. Sistem Perbankan Syariah berdiri di atas akad-akad yang telah disepakati bersama dengan prinsip syariah tak boleh merugikan dan juga tidak boleh membebankan kerugian bersama kepada salah satu pihak. Keuntungan menjadi keuntungan bersama, dan juga kerugian menjadi kerugian yang harus ditanggung bersama[14].

Dan secara prinsip ada 3 hal yang membedakan antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah:
1. Bank Syariah dijalankan dengan prinsip nisbah (bagi hasil) untuk menghimpun dana dan pembiayaan.
2. Bank Syariah tidak boleh membiayai proyek yang dilarang oleh Undang-Undang maupun hukum Islam.
3. Tidak boleh melakukan tindakan spekulatif seperti transaksi valuta asing (hedging & future trading).

D.    Dasar Pemikiran Bank Syariah
Umar Chapra seorang sarjana muslim yang memiliki konsep tentang peningkatan perekonomian khususnya perekonomian Islam melihat ternyata system Ekonomi Kapitalis dan Sosialis telah gagal rnengemban misi utamanya untuk mensejahterakan umat manusia secara adil dan dalam prakteknya cendrung sama sekali tidak berpihak pada kaum lemah sehingga yang tertindas semakin tertindas. Di tengah kegagalan yang dialami sistem Kapitalis dan sosialis tersebut muncullah sebuah alternatif sistem ekonomi yang berlandaskan pada ajaran-ajaran Islam. Sistem Ekonomi Islam lahir sebagai alternatif dan jalan tengah antara system Ekonomi Kapitalis dengan sistem Ekonomi Sosialis. Ekonomi berbasiskan hokum Islam muncul sebagai penyeimbang dan jalan tengah. Dalam sistem Ekonomi Islam pengakuan terhadap kepemilikan pribadi atau individu sangat diakui, namun dijelaskan bahwa dalam milik pribadi yang diakui secara mutlak terdapat hak orang lain, yang harus diberikan pada yang berhak.
E.    Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Perkembangan Bank Syariah di negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode tahun 1960-an, diskusi mengenai Bank Syariah sebagai pilar Ekonomi Islam mulai dilakukan. Prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990, yaitu saat Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990 menyelenggarakan lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam· pada Musyawarah Nasional IV MUI di Hotel Sahid Jaya Jakarta, pada tanggal 22-25 Agustus 1990. Dan berdasarkan amanat Munas MUI IV, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja diberi nama Tim Perbankan MUI, yang bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan berbagai pihak terkait untuk menggali ide dan dukungan guna pendirian perbankan yang bercirikan Islam. Perkembangan industri keuangan syariah secara informal telah dimulai sebelum dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional Perbankan Syariah di Indonesia. Sebelum tahun 1992, telah didirikan beberapa badan usaha pembiayaan non-bank yang telah menerapkan konsep bagi hasil dalam kegiatan operasionalnya. Arah Perbankan Syariah ke depan selanjutnya dirumuskan dalam sebuah gagasan besar yang tertuang dalam Cetak Biru Perbankan Syariah. Yang memuat visi dan misi pengembangan Perbankan Syariah nasional yang disusun dengan mengelaborasi nilai-nilai dasar Ekonomi Syariah yang perlu dijiwai dalam pengembangan Perbankan Syariah baik dari perspektif mikro maupun makro, Apa yang dikemukakan di atas, memberi. angin segar bagi implementasi hukum Islam di Indonesia.

Perkembangan ini berimplikasi luas di lingkungan Peradilan Agama. misalnya saja:
·       Penyiapan sumber daya manusia (SDM) menghadapi kewenangan barunya. ;
·       Penyiapan anggaran yang besar untuk pelaksanaan Diklat ;
·       Pengadaan buku-buku menyangkut Ekonomi Syariah dan lain-lain ;
·       Penyiapan konsep "Pendidikan dan Pelatihan" yang efektif bagi para Hakim Pengadilan Agama. ;
·       Tersedianya Calon Hakim dari kalangan Sarjana Syariah dan Sarjana Hukum yang siap pakai. ;
·       Orientasi dengan kalangan pakar ekonomi pada umumnya dan pakar ekonorni Syariah pada khususnya ;
·       Orientasi dengan para praktisi perbankan, terutama perbankan Syariah.

Dari beberapa undang-undang di atas semuanya telah rnendukung dan memperkokoh keberadaan hukum Islam di Indonesia. Hanya saja kepercayaan yang diberikan kepada lembaga-Iembaga Islam tersebut harus dilaksanakan secara baik, supaya tidak mengecewakan berbagai pihak termasuk umat Islam sendiri. Oleh karena itu, upaya yang harus dilakukannya adalah kewajiban / keharusan menerapkan tata kelola yang baik, yang mencakup prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, profesional, dan kewajaran dalam menjalankan kegiatan usahanya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 34 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, serta keharusan menerapkan prinsip kehati-hatian seperti disebutkan dalam Pasal 35 ayat (1) undang-undang yang sama. Kepercayaan besar yang diberikan kepada umat Islam dengan pemberlakuan kaidah-kaidah yang Islami haruslah disadari bahwa sebenarnya hal itu mempertaruhkan nama baik Islam sendiri, karena orang akan melihat wujud dan bentuk Islam lewat pelaksanaan hukum tersebut, baik atau tidaknya pelaksanaan kaidah-kaidah tersebut tentunya akan sangat terkait dan berimbas kepada umat Islam. Sikap akomodatif yang selama ini diberikan oleh negara kepada umat Islam seharusnya memacu umat Islam untuk membuktikan bahwa hukum Isiam tidaklah seperti yang dikhawatirkan banyak orang tentang kekejaman dan pengingkaran kepada hak asasi manusia, tetapi hukum Islam itu rahmatan lil ׳alamin, menciptakan kedamaian dan kesejahteraan kepada umat manusia, tidak hanya bagi umat Islam sendiri, tetapi juga untuk umat lainnya, seperti yang pernah dipraktekkan Nabi Muhammad sewaktu membentuk negara Madinah. Pasal 14 undang-undang di atas menyebutkan " Warga Negara Indonesia, Warga Negara Asing, Badan Hukum Indonesia, atau Badan Hukum Asing dapat memiliki atau membeli saham Bank Umum Syariah secara langsung atau melalui bursa efek, menunjukkan bahwa Bank Umum Syariah berusaha mewujudkan rahmatan li al-alamin. Di samping beberapa undang-undang di atas ada tiga faktor yang menyebabkan hukum Islam masih memiliki peran besar dalam kehidupan bangsa kita. Pertama, hukum Islam telah turut serta menciptakan tata nilai yang mengatur kehidupan umat Islam, minimal dengan menetapkan apa yang harus dianggap baik dan buruk, apa yang menjadi perintah, anjuran, perkenan, dan larangan agama. Kedua, banyak keputusan hukum dan unsur yurisprudensial dari hukum Islam telah diserap menjadi bagian dari hukum positif yang berlaku. Ketiga, adanya golongan yang masih memiliki aspirasi teokratis di kalangan umat Islam dari berbagai negeri sehingga penerapan hukum Islam secara penuh masih menjadi slogan perjuangan yang masih mempunyai appeal cukup besar[15].
Terkait dengan upaya tersebut dalam tulisan inipenulis ingin lebih focus melihat sumbangan tradisi hukum Islam atau hukum fiqh dalam rangka pembangunan hukum nasional. Karena, hukum Islam (hukum fiqh) itu sendiri secara umum memang diakui sebagai salah satu sumber dalam rangka pembaruan hukum di Indonesia, selain hukum adat dan hukum barat. Bagaimana pun, hokum barat, hukum adat, maupun hukum Islam itu, mempunyai kedudukan yang sama sebagai sumber norma bagi upaya pembentukan hukum nasional.
Selain itu, secara sosiologis, kedudukan hukum Islam (hukum fiqh) itu sendiri di Indonesia, melibatkan kesadaran keagamaan mayoritas penduduk yang sedikit banyak berkaitan pula dengan masalah kesadaran hukum. Baik norma agama maupun norma hukum selalu sama-sama menuntut ketaatan. Apalagi, jika norma hukum itu disebandingkan dengan aspek hukum dari norma agama itu, akan semakin jelaslah keeratan hubungan antara keduanya. Keduanya sama-sama menuntut ketaatan dan kepatuhan dari warga masyarakatnya. Tahir Azhari mengatakan bahwa hukum Islam mengikat setiap individu yang beragama Islam untuk melaksanakannya, yang implementasinya terbagi dalam 2 perspektif, yaitu : 1) ibadah mahdlah, dan tanpa campur tangan penguasa kecuali untuk fasilitasnya 2) muamalah, baik yang bersifat perdata maupun publik, yang melibatkan kekuasaan Negara[16]. kontribusi baru dari hukum Islam terhadap hukum nasional adalah berupa kehadiran Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah melalui PERMA Nomor 02 Tahun 2008. Pasal 1 Perma tersebut menyatakan bahwa Kitab ini menjadi pedoman prinsip syari'ah bagi para Hakim dengan tidak mengurangi tanggung jawab Hakim untuk menggali dan menemukan hukum untuk menjamin putusan yang adil dan benar.



BAB III.
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Perkembangan hukum Islam di Indonesia memiliki peluang yang sangat cerah dalam pembangunan hukum nasional, karena secara sosioantropologis dan emosional, hukum Islam sangat dekat dengan rnasyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Se!ain itu secara historis hukum Islam telah dikenal jauh sebelum penjajah masuk ke Indonesia. Peluang bagi masa depan hukum Islam di Indonesia juga terbuka karena telah banyak aturan dalam hukum Islam yang disahkan menjadi hokum nasional, dan hal ini memperlihatkan bagaimana politicall will pemerintah yang memberikan respon dan peluang yang baik bagi hukum Islam. Dengan melihat realitas kedekatan, kompleksitas materi hukum Islam pada masa datang, peluang hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional akan lebih luas lagi. Demikian juga peran akademisi yang melakukan pengembangan dan penelitian yang konstruktif dapat menunjang perkembangan hukum Islam di Indonesia. Yang tidak kalah pentingnya adalah peran para ulama, kyai yang secara ikhlas mengajarkan dan tetap menyiarkan materi-materi hukum Islam kepada para santri serta jamaahnya yang tersebar di berbagai pelosok tanah air. Semua itu secara alami akan tetap menjaga keberadaan hukum Islam di Indonesia.




 [1] Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa IndonesiaJakarta: Balai Pustaka. 2005
[2] Hafizh Dasuki, Ensiklopedi Hukum Islam, PT Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, FIKIMA, 1997

[3] Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., hal. 775
[4] Ichtijanto, Pengembangan Teori berlakunya hukum Islam di Indonesia, dalam Hukum Islam di Indonesia, Bandung: Remaja Rosdakarya cet. ke-2, 1994
[5] M. Amin SumaHimpunan Undang-Undang Perdata Islam dan Peraturan Pelaksanaan lainnya di Negara Hukum Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004

[6] Muchsin, Ikhtisar Sejarah Hukum, Jakarta: BP IBLAM, 2004
[7] Bustanul Arifin, Transformasi Syariah ke dalam Hukum Nasional (Bertenun dengan Benang-benang Kusut), Jakarta:  Yayasan Al-Hikmah, 1999
[8] 10Muchsin, Op.Cit,.

[9]chtijanto, Pengembangan Teori berlakllnya hllkllm Islam di Indonesia, dalam Hukum Islam di
Indonesia, Bandung: Remaja Rosdakarya eet. ke-2 1994

[10] BPIH disetorkan ke rekening Menteri melalui bank syariah dan / atau bank umum nasional
yang ditunjuk oleh Menteri (Pasal 22).

[11] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 (selanjutnya disebut UU No. 21 Tahun 2008) tentang Perbankan Syariah menyebutkan bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
[12] Akad-akad dimaksud antara lain adalah : wadi'ah, mudharabah, musyarakah, ijarah, ijarah muntahiya bit-tamlik, murabahah, salam, istishna'I, qardh, wakalah, atau akad lain yang sesuai dengan prinsip syariah.
[13] yaitu antara lain yang tidak mengandung unsur : riba, maysir, gharar, haram, dan zalim
[14] Ahmad Kamil, M. Fauzan, Kilab Undang-undang Hukum Perbankan Dan Ekonomi Syari'ah, Jakarta: Kencana, 2007

[15] Juhaya S. Praja, Hukum Islam di Indonesia (Kata Pengantar), Bandung: Remaja Rosdakarya eeL ke-2 1994
[16]Tahir Azhari, Posisi Peradilan Agama dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 : Perspektif Hukum Masa Datang, dalam Ditbitbapera Islam-afakultas Hukum UI-Pusat Pengkajian Hukum Islam dan MasyarakatJakarta : Chasindo, 1999
                                                         
MAKALAH HUKUM ISLAM
KONTRIBUSI HUKUM ISLAM TERHADAP
PERKEMBANGAN HUKUM NASIONAL


Oleh :

KHAIRUUMAM  ( D1A 009 153 )


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2010







KATA PENGANTAR

Tiada kata yang paling pas untuk diucapkan penulis kecuali Alhamdulillah, sebagai rasa puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Hukum Islam ini.
Mata kuliahn Hukum Islam merupakan mata kuliah yang harus dapat dituntaskan agar dapat mengambil mata kuliah selanjutnya, Hukum Islam merupakan salah satu hukum yang diajarkan diseluh Fakultas Hukum di Indonesia, karena di indonesia sebagian besar penduduk indonesia beragama islam, sehingga Hukum Islam menjadi salah satu hukum yang digunakan oleh penduduk yang beragama islam dalam menentukan hukum sesuatu.
Disamping hukum barat dan hukum adat, indonedia juga memiliki hukum islam yang mempengaruhi hukum nasionalnya.
Penulis menyadari bahwa didalam makalah ini terdapat banyak kekurangan sehingga penulis sangat meharapkan saran, kritik dan tentunya bimbingan dari Bapak Dosen.



                                                                                                            Turida, 10 Oktober 2010

                                                                                                                           Penulis











DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................
A.    Latar Belakang .......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................
A.    Hukum Islam di Indonesia.....................................................................................
B.    Undang –Undang Yang Dipengaruhi Oleh Hukum Islam.....................................
C.    Dasar Pemikiran Bank Syariah...............................................................................
D.    Perkembangan Bank Syariah di Indonesia.............................................................

BAB III PENUTUP..........................................................................................................
A.    Kesimpulan............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................















BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam sebagai agama yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Indonesia, tentu sangat berpengaruh terhadap pola hidup bangsa Indonesia. Perilaku pemeluknya tidak lepas dari syari'at yang dikandung agamanya. Melaksanakan syari'at agama yang berupa hukum-hukum menjadi salah satu parameter ketaatan seseorang dalam menjalankan agamanya. Ada beberapa kata yang harus diberikan penjelasan dari judul di atas, yaitu: kontribusi, hukum Islam, perkembangan, hukum, dan nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa kata "kontribusi" berarti sumbangan[1]1Kamus bahasa Inggris  menyebutnya dengan contribution, yang berarti act of contributing, perbuatan memberikan sumbangan. Sumbangan yang dimaksud pada kata tersebut pada umumnya bersifat immaterial.
Kata hukum yang dikenal dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab hukm yang berarti putusan (judgement) atau ketetapan (Provision). Dalam buku Ensiklopedi Hukum Islam, hukum berarti menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya[2] Sementara dalam A Dictionary of Law dijelaskan tentang pengertian hukum sebagai berikut :
"Law is "the enforceable body of rules that govern any society or one of the rules making up the body of law, such as Act of Parliament."
"Hukum adalah suatu kumpulan aturan yang dapat dilaksanakan untuk mengatur atau memerintah masyarakat atau aturan apa pun yang dibuat sebagai suatu aturan hukum seperti tindakan dari Parlemen."
Bagi kalangan muslim, jelas yang dimaksudkan sebagai hukum adalah Hukum Islam, yaitu keseluruhan aturan hukum yang bersumber pada AIquran, dan untuk kurun zaman tertentu lebih dikonkretkan oleh Nabi Muhammad dalam tingkah laku Beliau, yang lazim disebut Sunnah Rasul. Sementara itu Rifyal Ka'bah mengemukakan bahwa hukum Islam adalah terjemahan dari istilah Syari'at Islam (asy-syari'ah al-lslamiyyah) atau fiqh Islam (alfiqh a/- Islami). Syariat Islam dan fiqh Islam adalah dua buah istilah otentik Islam yang berasal dari perbendaharaan kajian Islam sejak lama.

Kedua istilah ini dipakai secara bersama-sama atau silih berganti di Indonesia dari dahulu sampai sekarang dengan pengertian yang kadang-kadang berbeda, tetapi juga sering mirip. Hal ini sering menimbulkan kerancuan-kerancuan di kalangan masyarakat bahkan di antara para ahli. Kaidah-kaidah yang bersumber dari Allah SWT kemudian lebih dikonkretkan diselaraskan dengan kebutuhan zamannya rnelalui ijtihad atau penemuan hukum oleh para mujtahid dan pakar di bidangnya masing-masing, baik secara perorangan maupoun kolektif. Nasional berarti bersifat 1) kebangsaan, 2) meliputi suatu bangsa[3].
Sebagai negara berdasar atas hukum yang berfalsafah Pancasila, Negara melindungi agama, penganut agama, bahkan berusaha memasukkan hukum agama ajaran dan hukum agama Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana pernyataan the founding father RI, Mohammad Hatta, bahwa dalam pengaturan negara hukum Republik Indonesia, syari'at Islam berdasarkan AI-Qur'an dan Hadis dapat dijadikan peraturan perundang-undangan Indonesia sehingga orang
Islam mempunyai sistem syari'at yang sesuai dengan kondisi Indonesia[4].
Dalam hal ini sangat menarik untuk menyimak apa yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Bustanul Arifin, S. H. bahwa prospek hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional sangat positif karena secara kultural, yuridis dan sosiologis memiliki akar kuat. Menurutnya, Hukum Islam memiliki serta menawarkan konsep hukum yang lebih universal dan mendasarkan pada nilai-nilai esensial manusia sebagai khalifatullah, bukan sebagai homo economics [5].

B.    Perumusan Masalah

Berdasarkan judul penelitian yaitu “kontribusi hukum islam terhadap perkembangan hukum nasional ”, maka dalam makalah ini menjelaskan hal-hal sebagai berukut:

a.       Bagaimana hukum islam di indonesia
b.     Apa saja undang –undang yang dipengaruhi oleh hukum islam
c.      Bagaimana dasar pemikiran bank syariah
d.     Bagaimana perkembangan bank syariah di indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Hukum Islam di Indonesia
Sistem hukum yang mewarnai hukum nasional kita di Indonesia selama ini pada dasarnya terbentuk atau dipengaruhi oleh tiga pilar subsistem hukum yaitu sistem hukum barat, hukum adat dan sistem hukum Islam, yang masing-masing menjadi sub-sistem hukum dalam sistem hukum Indonesia. Sistem Hukum Barat merupakan warisan penjajah kolonial Belanda yang selama 350 tahun menjajah Indonesia. Penjajahan tersebut sangat berpengaruh pada sistem hukum nasional kita. Sementara Sistem Hukum Adat bersendikan atas dasardasaralam pikiran bangsa Indonesia, dan untuk dapat sadar akan sistem hukum adat orang harus menyelami dasar-dasar alam pikiran yang hidup di dalam masyarakat Indonesia. Kemudian sistem Hukum Islam, yang merupakan sistem hukum yang bersumber pada kitab suci AIquran dan yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad dengan hadis/sunnah-Nya serta dikonkretkan oleh para mujtahid dengan ijtihadnya[6].
Bustanul Arifin menyebutnya dengan gejala sosial hukum itu sebagai perbenturanantara tiga sistem hukum, yang direkayasa oleh politik hukum kolonial Belanda dulu yang hingga kini masih belum bisa diatasi[7], seperli terlihat dalam sebagian kecil pasal pada UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Dari ketiga sistem hukum di atas secara objektif dapat kita nilai bahwa hukum Islamlah ke depan yang lebih berpeluang memberi masukan bagi pembentukan hukum nasional. Selain karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan adanya kedekatan emosional dengan hukum Islam juga karena sistem hokum barat / kolonial sudah tidak berkembang lagi sejak kemerdekaan Indonesia, sementara hukum adat juga tidak memperlihatkan sumbangsih yang besar bagi pembangunan hukum nasional, sehingga harapan utama dalam pembentukan hukum nasional adalah sumbangsih hukurn Islam.
Hukum Islam memiliki prospek dan potensi yang sangat besar dalam pembangunan hukum nasional. Ada beberapa pertimbangan yang menjadikan hukum Islam layak menjadi rujukan dalam pembentukan hukum nasional yaitu[8].
1. Undang-undang yang sudah ada dan berlaku saat ini seperti, UU Perkawinan, UU Peradilan Agama, UU Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU Pengelolaan Zakat, dan UU Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam serta beberapa undang-undang lainnya yang langsung maupun tidak langsung memuat hukum Islam seperti UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang mengakui keberadaan Bank Syari'ah dengan prinsip syari'ahnya., atau UU NO. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang semakin memperluas kewenangannya, dan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih kurang 90 persen beragama Islam akan memberikan pertimbangan yang signifikan dalam mengakomodasi kepentingannya. 3. Kesadaran umat Islam dalam praktek kehidupan sehari-hari. Banyak aktifitas keagamaan masyarakat yang terjadi selama ini merupakan cerminan kesadaran mereka menjalankan Syari'at atau hukum Islam, seperti pembagian zakat dan waris.
4. Politik pemerintah atau political will dari pemerintah dalam hal ini sangat menentukan. Tanpa adanya kemauan politik dari pemerintah maka cukup berat bagi Hukum Islam untuk menjadi bagian dari tata hukum di Indonesia.

Untuk lebih mempertegas keberadaan hukum Islam dalam konstalasi hukum  nasional dapat dilihat dari Teori eksistensi tentang adanya hukum Islam di dalam hukum nasional Indonesia. Teori ini mengungkapkan bahwa bentuk eksistensi hukum Islam di dalam hukum nasionallndonesia itu ialah:
1. ada dalam arti sebagai bagian integral dari hukum nasional lndonesia.
2. ada dalam arti kemandirian, kekuatan dan wibawanya diakui adanya oleh hukum nasional dan diberi status sebagai hukum nasional.
3. ada dalam hukum nasional dalam arti norma hukum Islam (agama) berfungsi sebagai penyaring bahan-bahan hukum nasionallndonesia.
4. ada dalam arti sebagai bahan utama dan unsur utama hukum nasional Indonesia[9].


C.    Undang –Undang Yang Dipengaruhi Oleh Hukum Islam
Bila dilihat dari realitas politik dan perundang-undangan di Indonesia nampaknya eksistensi hukum Islam semakin patut diperhitungkan seperti terlihat dalam beberapa peraturan perundangan yang kehadirannya semakin memperkokoh Hukum Islam:

(1) Undang-Undang Perkawinan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disahkan dan diundangkan di Jakarta Pada tanggal 2 Januari 1974 (Lembaran Negara Tahun 1974 No. Tambahan Lembaran Negara Nomer 3019).

(2) Undang-Undang Peradilan Agama
Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 1989 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 No. 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3400). Kemudian pada tanggal 20 Maret 2006 disahkan UU Nomor 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agarna.

(3) Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji
Undang-Undang No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 3 Mei 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3832), yang digantikan oleh UU Nomor 13 Tahun 2008. UU pengganti ini memiliki 69 pasal dari sebelumnya 30 pasal. UU ini mentikberatkan pada adanya pengawasari dengan dibentuknya Komisi Pengawasan Haji Indonesia [KPHI]. Demikian juga dalam UU ini diiatur secara terperinci tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji [BPIH][10]. Aturan baru tersebut diharapkan dapat menjadikan pelaksanaan ibadah haji lebih tertib dan lebih baik.

(4) Undang-Undang Pengelolaan Zakat
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakatdisahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggaI 23 September 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3885).

(5) Undang-Undang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh.
Undang-Undang No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Oktober 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1999 No.172, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.3893).

(6) Undang-Undang Otonomi Khusus Aceh
Undang-Undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Daerah Istimewa Aceh Sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Agustus 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 No. 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4134).

(7) Kompilasi Hukum Islam
Perwujudan hukum bagi umat Islam di Indonesia terkadang menimbulkan pemahaman yang berbeda. Akibatnya, hukum yang dijatuhkan sering terjadi perdebatan di kalangan para ulama. Karena itu diperlukan upaya penyeragaman pemahaman dan kejelasan bagi kesatuan hukum Islam. Keinginan itu akhirnya memunculkan Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang saat ini telah menjadi salah satu pegangan utama para hakim di lingkungan Peradilan Agama. Sebab selama ini Peradilan Agama tidak mempunyai buku standar yang bisa dijadikan pegangan sebagaimana halnya KUH Perdata. Dan pada tanggal 10 Juni 1991 Presiden menandatangani Inpress No.1 Tahun 1991 yang merupakan instruksi untuk memasyarakatkan KHI.

(8) Undang-undang tentang Wakaf
Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Oktober 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No. 159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4459). Kemudian pada tanggal 15 Desember 2006 ditetapkanlah peraturan pemerintah Republik. Indonesia Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.

(9) Undang-Undang Tentang Pemerintahan Aceh
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, semakin menegaskan legalitas penerapan syariat Islam di Aceh. Syariat Islam yang dimaksud dalam undang-undang ini meliputi ibadah, al-ahwal alsyakhshiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), jinayah (hukum pidana), qadha (peradilan), tarbiyah (pendidikan), dakwah, syi'ar, dan pembelaan Islam. Di samping itu keberadaan Mahkamah Syar'iyah yang memiliki kewenangan yang sangat luas semakin memperkuat penerapan hukum Islam di Aceh. Mahkamah Syar'iyah merupakan pengadilan bagi setiap orang yang beragama Islam dan berada di Aceh. Mahkamah ini berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara yang meliputi bidang al-ahwal al-syakhshiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata) tertentujinayah (hukum pidana) tertentu, yang didasarkan atas syari'at Islam.

10) Undang-undang Tentang Perbankan Syari'ah[11]
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang diundangkan pada tanggal 10 November 1998, menandai sejarah baru di bidang perbankan yang mulai memberlakukan sistem ganda duel system banking di Indonesia, yaitsistem perbankan konvensional dengan piranti bunga, dan sistem perbankan dengan peranti akad-ak[12] yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah[13]Tren perkembangan perbankan syariah yang begitu cepat dengan memperoleh simpatik luas dari umat muslim dan juga dari nonmuslim. Sistem Perbankan Syariah berdiri di atas akad-akad yang telah disepakati bersama dengan prinsip syariah tak boleh merugikan dan juga tidak boleh membebankan kerugian bersama kepada salah satu pihak. Keuntungan menjadi keuntungan bersama, dan juga kerugian menjadi kerugian yang harus ditanggung bersama[14].

Dan secara prinsip ada 3 hal yang membedakan antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah:
1. Bank Syariah dijalankan dengan prinsip nisbah (bagi hasil) untuk menghimpun dana dan pembiayaan.
2. Bank Syariah tidak boleh membiayai proyek yang dilarang oleh Undang-Undang maupun hukum Islam.
3. Tidak boleh melakukan tindakan spekulatif seperti transaksi valuta asing (hedging & future trading).

D.    Dasar Pemikiran Bank Syariah
Umar Chapra seorang sarjana muslim yang memiliki konsep tentang peningkatan perekonomian khususnya perekonomian Islam melihat ternyata system Ekonomi Kapitalis dan Sosialis telah gagal rnengemban misi utamanya untuk mensejahterakan umat manusia secara adil dan dalam prakteknya cendrung sama sekali tidak berpihak pada kaum lemah sehingga yang tertindas semakin tertindas. Di tengah kegagalan yang dialami sistem Kapitalis dan sosialis tersebut muncullah sebuah alternatif sistem ekonomi yang berlandaskan pada ajaran-ajaran Islam. Sistem Ekonomi Islam lahir sebagai alternatif dan jalan tengah antara system Ekonomi Kapitalis dengan sistem Ekonomi Sosialis. Ekonomi berbasiskan hokum Islam muncul sebagai penyeimbang dan jalan tengah. Dalam sistem Ekonomi Islam pengakuan terhadap kepemilikan pribadi atau individu sangat diakui, namun dijelaskan bahwa dalam milik pribadi yang diakui secara mutlak terdapat hak orang lain, yang harus diberikan pada yang berhak.
E.    Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Perkembangan Bank Syariah di negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode tahun 1960-an, diskusi mengenai Bank Syariah sebagai pilar Ekonomi Islam mulai dilakukan. Prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990, yaitu saat Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990 menyelenggarakan lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua Bogor, Jawa Barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam· pada Musyawarah Nasional IV MUI di Hotel Sahid Jaya Jakarta, pada tanggal 22-25 Agustus 1990. Dan berdasarkan amanat Munas MUI IV, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia. Kelompok kerja diberi nama Tim Perbankan MUI, yang bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan berbagai pihak terkait untuk menggali ide dan dukungan guna pendirian perbankan yang bercirikan Islam. Perkembangan industri keuangan syariah secara informal telah dimulai sebelum dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional Perbankan Syariah di Indonesia. Sebelum tahun 1992, telah didirikan beberapa badan usaha pembiayaan non-bank yang telah menerapkan konsep bagi hasil dalam kegiatan operasionalnya. Arah Perbankan Syariah ke depan selanjutnya dirumuskan dalam sebuah gagasan besar yang tertuang dalam Cetak Biru Perbankan Syariah. Yang memuat visi dan misi pengembangan Perbankan Syariah nasional yang disusun dengan mengelaborasi nilai-nilai dasar Ekonomi Syariah yang perlu dijiwai dalam pengembangan Perbankan Syariah baik dari perspektif mikro maupun makro, Apa yang dikemukakan di atas, memberi. angin segar bagi implementasi hukum Islam di Indonesia.

Perkembangan ini berimplikasi luas di lingkungan Peradilan Agama. misalnya saja:
·       Penyiapan sumber daya manusia (SDM) menghadapi kewenangan barunya. ;
·       Penyiapan anggaran yang besar untuk pelaksanaan Diklat ;
·       Pengadaan buku-buku menyangkut Ekonomi Syariah dan lain-lain ;
·       Penyiapan konsep "Pendidikan dan Pelatihan" yang efektif bagi para Hakim Pengadilan Agama. ;
·       Tersedianya Calon Hakim dari kalangan Sarjana Syariah dan Sarjana Hukum yang siap pakai. ;
·       Orientasi dengan kalangan pakar ekonomi pada umumnya dan pakar ekonorni Syariah pada khususnya ;
·       Orientasi dengan para praktisi perbankan, terutama perbankan Syariah.

Dari beberapa undang-undang di atas semuanya telah rnendukung dan memperkokoh keberadaan hukum Islam di Indonesia. Hanya saja kepercayaan yang diberikan kepada lembaga-Iembaga Islam tersebut harus dilaksanakan secara baik, supaya tidak mengecewakan berbagai pihak termasuk umat Islam sendiri. Oleh karena itu, upaya yang harus dilakukannya adalah kewajiban / keharusan menerapkan tata kelola yang baik, yang mencakup prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, profesional, dan kewajaran dalam menjalankan kegiatan usahanya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 34 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, serta keharusan menerapkan prinsip kehati-hatian seperti disebutkan dalam Pasal 35 ayat (1) undang-undang yang sama. Kepercayaan besar yang diberikan kepada umat Islam dengan pemberlakuan kaidah-kaidah yang Islami haruslah disadari bahwa sebenarnya hal itu mempertaruhkan nama baik Islam sendiri, karena orang akan melihat wujud dan bentuk Islam lewat pelaksanaan hukum tersebut, baik atau tidaknya pelaksanaan kaidah-kaidah tersebut tentunya akan sangat terkait dan berimbas kepada umat Islam. Sikap akomodatif yang selama ini diberikan oleh negara kepada umat Islam seharusnya memacu umat Islam untuk membuktikan bahwa hukum Isiam tidaklah seperti yang dikhawatirkan banyak orang tentang kekejaman dan pengingkaran kepada hak asasi manusia, tetapi hukum Islam itu rahmatan lil ׳alamin, menciptakan kedamaian dan kesejahteraan kepada umat manusia, tidak hanya bagi umat Islam sendiri, tetapi juga untuk umat lainnya, seperti yang pernah dipraktekkan Nabi Muhammad sewaktu membentuk negara Madinah. Pasal 14 undang-undang di atas menyebutkan " Warga Negara Indonesia, Warga Negara Asing, Badan Hukum Indonesia, atau Badan Hukum Asing dapat memiliki atau membeli saham Bank Umum Syariah secara langsung atau melalui bursa efek, menunjukkan bahwa Bank Umum Syariah berusaha mewujudkan rahmatan li al-alamin. Di samping beberapa undang-undang di atas ada tiga faktor yang menyebabkan hukum Islam masih memiliki peran besar dalam kehidupan bangsa kita. Pertama, hukum Islam telah turut serta menciptakan tata nilai yang mengatur kehidupan umat Islam, minimal dengan menetapkan apa yang harus dianggap baik dan buruk, apa yang menjadi perintah, anjuran, perkenan, dan larangan agama. Kedua, banyak keputusan hukum dan unsur yurisprudensial dari hukum Islam telah diserap menjadi bagian dari hukum positif yang berlaku. Ketiga, adanya golongan yang masih memiliki aspirasi teokratis di kalangan umat Islam dari berbagai negeri sehingga penerapan hukum Islam secara penuh masih menjadi slogan perjuangan yang masih mempunyai appeal cukup besar[15].
Terkait dengan upaya tersebut dalam tulisan inipenulis ingin lebih focus melihat sumbangan tradisi hukum Islam atau hukum fiqh dalam rangka pembangunan hukum nasional. Karena, hukum Islam (hukum fiqh) itu sendiri secara umum memang diakui sebagai salah satu sumber dalam rangka pembaruan hukum di Indonesia, selain hukum adat dan hukum barat. Bagaimana pun, hokum barat, hukum adat, maupun hukum Islam itu, mempunyai kedudukan yang sama sebagai sumber norma bagi upaya pembentukan hukum nasional.
Selain itu, secara sosiologis, kedudukan hukum Islam (hukum fiqh) itu sendiri di Indonesia, melibatkan kesadaran keagamaan mayoritas penduduk yang sedikit banyak berkaitan pula dengan masalah kesadaran hukum. Baik norma agama maupun norma hukum selalu sama-sama menuntut ketaatan. Apalagi, jika norma hukum itu disebandingkan dengan aspek hukum dari norma agama itu, akan semakin jelaslah keeratan hubungan antara keduanya. Keduanya sama-sama menuntut ketaatan dan kepatuhan dari warga masyarakatnya. Tahir Azhari mengatakan bahwa hukum Islam mengikat setiap individu yang beragama Islam untuk melaksanakannya, yang implementasinya terbagi dalam 2 perspektif, yaitu : 1) ibadah mahdlah, dan tanpa campur tangan penguasa kecuali untuk fasilitasnya 2) muamalah, baik yang bersifat perdata maupun publik, yang melibatkan kekuasaan Negara[16]. kontribusi baru dari hukum Islam terhadap hukum nasional adalah berupa kehadiran Kompilasi Hukum Ekonomi Syari'ah melalui PERMA Nomor 02 Tahun 2008. Pasal 1 Perma tersebut menyatakan bahwa Kitab ini menjadi pedoman prinsip syari'ah bagi para Hakim dengan tidak mengurangi tanggung jawab Hakim untuk menggali dan menemukan hukum untuk menjamin putusan yang adil dan benar.


































BAB III.
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Perkembangan hukum Islam di Indonesia memiliki peluang yang sangat cerah dalam pembangunan hukum nasional, karena secara sosioantropologis dan emosional, hukum Islam sangat dekat dengan rnasyarakat Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Se!ain itu secara historis hukum Islam telah dikenal jauh sebelum penjajah masuk ke Indonesia. Peluang bagi masa depan hukum Islam di Indonesia juga terbuka karena telah banyak aturan dalam hukum Islam yang disahkan menjadi hokum nasional, dan hal ini memperlihatkan bagaimana politicall will pemerintah yang memberikan respon dan peluang yang baik bagi hukum Islam. Dengan melihat realitas kedekatan, kompleksitas materi hukum Islam pada masa datang, peluang hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional akan lebih luas lagi. Demikian juga peran akademisi yang melakukan pengembangan dan penelitian yang konstruktif dapat menunjang perkembangan hukum Islam di Indonesia. Yang tidak kalah pentingnya adalah peran para ulama, kyai yang secara ikhlas mengajarkan dan tetap menyiarkan materi-materi hukum Islam kepada para santri serta jamaahnya yang tersebar di berbagai pelosok tanah air. Semua itu secara alami akan tetap menjaga keberadaan hukum Islam di Indonesia.















DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005

HA. Hafizh Dasuki, Ensiklopedi Hukum Islam, PT Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, FIKIMA, 1997

Ichtijanto. Pengembangan Teori berlakunya hukum Islam di Indonesia, dalam Hukum Islam di Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya cet. ke-2, 1994

M. Amin Suma. Himpunan Undang-Undang Perdata Islam dan Peraturan Pelaksanaan lainnya di Negara Hukum Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2004

Muchsin. Ikhtisar Sejarah Hukum. Jakarta: BP IBLAM, 2004

Bustanul Arifin, Transformasi Syariah ke dalam Hukum Nasional (Bertenun dengan Benang-benang Kusut), Jakarta:  Yayasan Al-Hikmah, 1999

Muchsin. Masa Depan Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: BP IBLAM, 2004

Juhaya S. Praja, Hukum Islam di Indonesia (Kata Pengantar), Bandung: Remaja Rosdakarya eeL ke-2 1994

UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah



[1] Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa IndonesiaJakarta: Balai Pustaka. 2005
[2] Hafizh Dasuki, Ensiklopedi Hukum Islam, PT Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, FIKIMA, 1997

[3] Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., hal. 775
[4] Ichtijanto, Pengembangan Teori berlakunya hukum Islam di Indonesia, dalam Hukum Islam di Indonesia, Bandung: Remaja Rosdakarya cet. ke-2, 1994
[5] M. Amin SumaHimpunan Undang-Undang Perdata Islam dan Peraturan Pelaksanaan lainnya di Negara Hukum Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004

[6] Muchsin, Ikhtisar Sejarah Hukum, Jakarta: BP IBLAM, 2004
[7] Bustanul Arifin, Transformasi Syariah ke dalam Hukum Nasional (Bertenun dengan Benang-benang Kusut), Jakarta:  Yayasan Al-Hikmah, 1999
[8] 10Muchsin, Op.Cit,.

[9]chtijanto, Pengembangan Teori berlakllnya hllkllm Islam di Indonesia, dalam Hukum Islam di
Indonesia, Bandung: Remaja Rosdakarya eet. ke-2 1994

[10] BPIH disetorkan ke rekening Menteri melalui bank syariah dan / atau bank umum nasional
yang ditunjuk oleh Menteri (Pasal 22).

[11] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 (selanjutnya disebut UU No. 21 Tahun 2008) tentang Perbankan Syariah menyebutkan bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
[12] Akad-akad dimaksud antara lain adalah : wadi'ah, mudharabah, musyarakah, ijarah, ijarah muntahiya bit-tamlik, murabahah, salam, istishna'I, qardh, wakalah, atau akad lain yang sesuai dengan prinsip syariah.
[13] yaitu antara lain yang tidak mengandung unsur : riba, maysir, gharar, haram, dan zalim
[14] Ahmad Kamil, M. Fauzan, Kilab Undang-undang Hukum Perbankan Dan Ekonomi Syari'ah, Jakarta: Kencana, 2007

[15] Juhaya S. Praja, Hukum Islam di Indonesia (Kata Pengantar), Bandung: Remaja Rosdakarya eeL ke-2 1994
[16]Tahir Azhari, Posisi Peradilan Agama dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 : Perspektif Hukum Masa Datang, dalam Ditbitbapera Islam-afakultas Hukum UI-Pusat Pengkajian Hukum Islam dan MasyarakatJakarta : Chasindo, 1999