Kamis, 11 Desember 2014

Analisis yuridis PP NO. 46/2013 tentang PPh Final


Dalam ketentuan umum PP NO. 46/2013 yang mengatur tentang PPh Final, dijelaskan bahwa PP tersebut dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak untuk menyetorkan pajak terutang, dengan berdasarkan pada keingin untuk meyederhanakan pemungutan pajak, serta mengurangi  beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak, serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter. Akan tetapi dalam ketentuan pasal-pasal PP ini, tidak sungguh-sungguh mencerminkan kemudahan dan kesederhanaan dalam pemungutan pajak. Melainkan justru memberikan tambahan beban administrasi bagi wajib pajak untuk melakukan dua kewajiban sekaligus yakni membuat SPT tahun dan membuat laporan pembukuan atau catatan terhadap hasil usahanya.
Lebih lanjut, dalam ketentuan umumnya PP ini menyetakan bahwa tujuan pengaturannya adalah untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha yang memiliki peredaran bruto tertentu, untuk melakukan penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang. Tujuan tersebut dalam penerapannya betolak belakang dengan hasil penerimaan pajak yang baru mencapai 7 % atau hanya Rp. 2 Triliun dari potensi yang ada yakni Rp. 30 Triliun (Bisnis Indonesia, Jum’at 24/10/2014). Hal tersebut membuktikan bahwa tujuan untuk memberikan kemudahan dan kesederhanaan dalam pemungutan pajak, agar masyarakat tergerak untuk membayar pajak dapat dikatakan tidak tercapai.
Disamping itu, terdapat berbagai kelemahan atau kekurangan dari PP NO. 46/2013, seperti penerapan penghitungan pajak secara bruto, hal ini tidak mencerminkan laba usaha dari wajib pajak padahal dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh disebutkan bahwa yang menjadi obyek pajak adalah laba usaha. Kelemahan lain dari PP ini adalah karena diberlakukan untuk seluruh wajib pajak yang memiliki omzet kurang dari Rp. 4.8 Miliar, artinya bahwa semua wajib pajak lama maupun baru harus mebayar pajak dengan tarif PPh final 1 % dari omzet. Akibatnya wajib pajak yang sudah terbiasa membayar pajak dengan tarif umum enggan untuk membayar pajak, dengan demikian penerimaan pajak menjadi rendah. Kerumitan lain dari PP ini, adalah dengan memisahkan antara penghasilan dari hasil usaha dengan penghasilan dari jasa pekerjaan bebas yang justru akan menambah beban administrasi dari wajib pajak. Kelemahan PP ini juga tercermin dari banyaknya ketentuan yang menyalahi UU PPh terutama yang terkait dengan obyek pajak dan penghitungan pajak.

Oleh karena itu, jika pemerintah akan melakukan revisi terhdap PP NO. 46/2013, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah menyesuaikan peraturan (PP NO. 46/2013) yang dibuat dengan peraturan yang lebih tinggi (UU PPh) terutama yang terkait dengan obyek dan subyek pajak final serta metode penghitungan pajak. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar