.jpg)
Ruangan itu berada disalah satu
sudut ruangan dilantai tiga Universitas Atmajaya yogyakarta. Bersamaan dengan
itu saya sungguh tak
menyangka sedang berada di tengah-tengah orang-orang hebat, tepatnya para pakar
hukum. Tak pernah saya bayangkan saya duduk satu meja dan berjabat tangan
dengan beliau-beliau. Dari serpihan mereka saya coba merangkum kembali gagasan-gagasan
Prof Tjip dalam sebuah pemahaman yang semoga tidak salah dan melenceng dari apa
yang pernah dipikirkan oleh sang penggagas. Guru-guru itu adalah Dr.
Alwisnubroto, H. Rithi SH, LL.M, Prof Adji Samekto, Prof. Sudjito, dan Prof.
Esmi Warassih murid langsung Prof Tjip.
Sebenarnya tidak hanya beliau lima
orang itu, saya juga bertemu dengan Prof. Khudzaifah Dimyati yang tidak hanya
faham hukum tapi juga mahfum agama. Ada juga penegak hukum seperti Dr. Yudi
Kristiana seorang jaksa KPK yang selalu berusah menerapkan hukum progresif
dalam tugasnya, beliaulah jaksa yang menuntut Angelina Sondach dan Nazarudin.
Hasilnya adalah luar biasa, Dr. Yudi Kristiana mampu menghadirkan rasa keadilan
substansif yang di inginkan masyarakat. Adapula pengacara muda Isyad Thamrin
SH.MH yang berfikiran progresif dalam membela kaum rentan dan tak berdaya,
serta mencoba mengadvokasi rekan rekan sejawatnya dengan hukum progresif.
Hukum progresif sendiri adalah
gagasan hukum yang mencoba menghadirkan konsep hukum untuk manusia bukan
manusia untuk hukum. Hukum adalah merupakah sesuatu yang tidak final, hukum
adalah proses menjadi atau sering dikenal dengan istilah law in process dan law
in the making. Hukum itu haruslah memiliki hati nurani bukan sebagai mesin
yang tidak bernurani. Meminjam istilah Prof Esmi, hukum itu bukan hanya O2
(otak dan otot) tapi juga H2O (hukum harus berhati nurani selain rasional).
Hukum progresif adalah gagasan
hukum yang lahir dari keresahan terhadap carut marut hukum di Indonesia. Semua
dinamika dan dialektika tentang hukum proresif itu dirangkum dalam sebuah acara
yang maha dahsyat sekolah hukum progresif yang diselenggaraka oleh
paguyuban sinau hukum progresif yogyakarta (PSHP). Walau tak sebesar Satdjipto
Raharjo Institute (SRI), PSHP mampu membangkitkan animo para Tjipian (istilah
yang diberikan kepada orang-orang yang menggeluti pemikiran Prof Tjip) yang
telah lama fakum.
Akhirnya semoga apa yang
dicita-citakan oleh sang pengagas hukum progresif, Prof Satdjipto Raharjo dapat
terwujud diranah realita. Dan semoga gagasan ini mengilhami para penegak hukum
dan para pembuat peraturan untuk tidak memandang hukum sebatas peraturan
perundang-undangan, akan tetapi mampu mengunakan hati nuraninya untuk
meneropong rasa keadilan dari masyarakat. Sehingga mereka mampu membuat hukum
yang berkeadilan dan berhati nurani seperti yang di idam-idamkan oleh prof
tjip. Salam Progresif (ketua panita)