Selasa, 18 November 2014

Mengenal Hukum Progresif.

Dua hari ini, tepatnya tanggal 18-19 November 2014, saya berada diruangan yang dipenuhi semangat agung untuk menegakkan hukum sebagai langkah memberikan kebahagiaan bagi manusia lewat hadirnya hukum yang tidak hanya melihat aspek-aspek hukum dengan kacamata kuda, melainkan dengan menggunakan hati nurani, gagasan hukum itu bernama hukum progresif yang di telurkan seorang yang sungguh bijaksana dalam melihat hukum. Beliau adalah Prof. Satdjipto Raharja yang karib disapa Prof Tjip.
Ruangan itu berada disalah satu sudut ruangan dilantai tiga Universitas Atmajaya yogyakarta. Bersamaan dengan itu saya  sungguh tak menyangka sedang berada di tengah-tengah orang-orang hebat, tepatnya para pakar hukum. Tak pernah saya bayangkan saya duduk satu meja dan berjabat tangan dengan beliau-beliau. Dari serpihan mereka saya coba merangkum kembali gagasan-gagasan Prof Tjip dalam sebuah pemahaman yang semoga tidak salah dan melenceng dari apa yang pernah dipikirkan oleh sang penggagas. Guru-guru itu adalah Dr. Alwisnubroto, H. Rithi SH, LL.M, Prof Adji Samekto, Prof. Sudjito, dan Prof. Esmi Warassih murid langsung Prof Tjip.
Sebenarnya tidak hanya beliau lima orang itu, saya juga bertemu dengan Prof. Khudzaifah Dimyati yang tidak hanya faham hukum tapi juga mahfum agama. Ada juga penegak hukum seperti Dr. Yudi Kristiana seorang jaksa KPK yang selalu berusah menerapkan hukum progresif dalam tugasnya, beliaulah jaksa yang menuntut Angelina Sondach dan Nazarudin. Hasilnya adalah luar biasa, Dr. Yudi Kristiana mampu menghadirkan rasa keadilan substansif yang di inginkan masyarakat. Adapula pengacara muda Isyad Thamrin SH.MH yang berfikiran progresif dalam membela kaum rentan dan tak berdaya, serta mencoba mengadvokasi rekan rekan sejawatnya dengan hukum progresif.
Hukum progresif sendiri adalah gagasan hukum yang mencoba menghadirkan konsep hukum untuk manusia bukan manusia untuk hukum. Hukum adalah merupakah sesuatu yang tidak final, hukum adalah proses menjadi atau sering dikenal dengan istilah law in process dan law in the making. Hukum itu haruslah memiliki hati nurani bukan sebagai mesin yang tidak bernurani. Meminjam istilah Prof Esmi, hukum itu bukan hanya O2 (otak dan otot) tapi juga H2O (hukum harus berhati nurani selain rasional).
Hukum progresif adalah gagasan hukum yang lahir dari keresahan terhadap carut marut hukum di Indonesia. Semua dinamika dan dialektika tentang hukum proresif itu dirangkum dalam sebuah acara yang maha dahsyat sekolah hukum progresif yang diselenggaraka  oleh paguyuban sinau hukum progresif yogyakarta (PSHP). Walau tak sebesar Satdjipto Raharjo Institute (SRI), PSHP mampu membangkitkan animo para Tjipian (istilah yang diberikan kepada orang-orang yang menggeluti pemikiran Prof Tjip) yang telah lama fakum.
Akhirnya semoga apa yang dicita-citakan oleh sang pengagas hukum progresif, Prof Satdjipto Raharjo dapat terwujud diranah realita. Dan semoga gagasan ini mengilhami para penegak hukum dan para pembuat peraturan untuk tidak memandang hukum sebatas peraturan perundang-undangan, akan tetapi mampu mengunakan hati nuraninya untuk meneropong rasa keadilan dari masyarakat. Sehingga mereka mampu membuat hukum yang berkeadilan dan berhati nurani seperti yang di idam-idamkan oleh prof tjip. Salam Progresif (ketua panita)


Senin, 17 November 2014

Mengobati KeGALAUan Dengan Sabar



Fenomena galau bukan hanya menjangkiti anak muda tetapi seolah menjangkiti setiap generasi, mulai dari anak-anak, para remaja bahkan orang-orang tua. anak-anak galau dengan permainan-permainan mereka, para remaja galau dengan status dan hubungan mereka dengan lawan jenis, sementara orang-orang tua galau dengan pekerjaan dan tanggungjawab mereka.  
Fenomena galau ini disebabkan karena ketidak ridhoan seseorang terhadap kadak dan kadar yang telah ditentukan oleh Allah, dan ketidak tahuan kepada siapa harus menyandarkan diri dikala tertimpa masalah atau kesusahan dalam kehidupannya. Bahwa setiap manusia senantiasa menginginkan kebaikan-kebaikan bagi dirinya akan tetapi Allah yang maha tahu apa yang terbaik untuk hambanya kadang memiliki kehendak yang berbeda, dengan menunda atau bahakan tidak memberikan apa yang mereka pinta. Akibatnya terjadilah fenomena galau ini, “kenapa ini terjadi padaku?” atau “kenapa aku tidak mendapatkan apa yang akau mau?” adalah kata-kata yang sering muncul ketika seseorang terjangkit kegalauan.
Hal ini tentu bukanlah ciri-ciri dan akhlak seorang mukmin, karena seorang mukmin tidak mengenal fenomena galau ini. Dalam islam, sikap yang harus dilakukan adalah “sabar” sebagaimana sabda Rasululloh SAW Dari Shuhaib bin Sinan dia berkata: Rasulullah bersabda: “Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya” (HR. Muslim No. 2999)
Rasululloh S.A.W. menggambarkan bahwa setiap orang yang beriman akan selalu berfikir dan bersikap positif, yang menggambarkan keindahan akhlak seorang mukmin. Ketika mendapatkan suatu kebaikan, ia refleksikannya dengan bersyukur kepada Allah swt. Karena ia yakin, bahwa semua kebaikan yang ia dapatkan adalah datang dari Allah. Dan ketika mendapatkan suatu musibah, ia akan meresponnya dengan sikap sabar. Karena ia yakin, bahwa Allah lebih mengetahui apa-apa yang terbaik untuk hambanya. Sehingga seorang hamba Allah yang beriman akan mengembalikan semua masalahnya kepada Allah.
Setiap orang yang beriaman kepada Allah tentu tidak akan berlama-lama dalam kesediahan, apalagi menyelahkan Allah atas kesedihannya, akibat dari ia lalai dari mengingat Allah. Maka tepatlah apa yang telah Allah ajarkan dalam dalam firman-Nya: “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Al-Kahfi: 28)
Maka tindakan yang seharusnya dilakukan bagi seorang hamba yang beriman adalah sebagaimana yang diajarkan pula oleh Allah dalam firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 153). Sesungguhnya sabar dan shalat merupakan obat terbaik bagi penyakit galau, pernahkah ketika berwudhu kemudian kita merasa hati kita menjadi lebih tenang atau pernahkah kita merasakan ketiaka kita mengerjakan shalat semua masalah seakan sirna. Itulah mengapa satu-satunya obat mujarab dari fenomena galau ini adalah mengembalikan semua persoalan kehidupan ini kepada Allah. Ketiak kita mendapat musibah, maka hendaknya kita bersabar. Dan ketika kita mendapatkan kenikmatan, hendaknyalah kita bersyukur.
Alangkah indahnya ajaran islam ini, setiap sendi kehidupan telah Allah atur. Setiap persoalan telah Allah sediakan jalan keluar, setiap penyakit telah Allah sediakan obatnya. Maka ketika kita mencari di luar dari apa yang ada pada Allah, maka yang akan kita temui hanya ketidak tenangan dalam jiwa, keputus asaan dalam harapan. Maka tepat apa yang dikhawatirkan Rasululloh saw, sebagaimana sabdanya Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah salah seorang diantara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, ‘Ya Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik untukku. Dan wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih baik bagiku.” (HR. Bukhari Muslim)
            Betapa banyak fenomena galau yang berujung pada bunuh diri dan putus asa, karena kurangnya keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Hati mereka lebih dekat dengan keduniawian sehingga lalai untuk mengingat Allah. Namun, bagi seorang yang beriman dan yakin akan pertolongan Allah akan selalu menyandarkan dirinya pada Allah. Mereka yakin bahwa setelah ada kesusahan ada kemudahan, mereka yakin bahwa ketentuan-ketentuan Allah adalah yang terbaik untuk dirinya.

Akhirnya semoga kita mampu menjadi hamba Allah yang bersabar dan terhindar dari fenomena galau ini, sebagaimana sikap Nabi Musa as yang diabadikan dalam Al-quran: “Musa berkata: "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun."( Al-Kahfi:69). Karena sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang diberikan ganjaran tanpa batas oleh Allah sebagaimana firman-Nya dalam surah Az-Zumar. "..........Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Az-Zumar: 10)


Selasa, 04 November 2014

Aku, FLP dan Dakwah kepenulisan

        Aku, Forum Lingkar Pena (FLP) dan Dakwah kepenulisan sepertinya tak asing bagiku, sebagaimana tak asingnya fiman Allah SWT dalam surah Al- Kahfi ini, yang artinya Katakanlah: "Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”(QS. Al-Kahfi :109).
  Dan dalam ayat lain disebutkan, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Luqman: 27). Oleh karenanya, jika dihubungkan kepada ilmu Allah yang begitu luas, maka ribuan bahkan jutaan botol tinta yang telah dituliskan dalam ribuan atau bahkan jutaan buku sekalipun adalah kecil, bagaikan setetes air di samudera yang luas dibandingkan dengan ilmu Allah. 
  Forum Lingkar Pena adalah tinta-tinta itu, dan dakwah kepenulisan adalah bagian dari buku-buku yang berisi ilmu dan hikmah yang Allah titipkan kepada manusia (Aku), untuk dipelajari, direnungkan dan diamalkan. Namun, bukanlah perkara yang mudah untuk menuliskan kalimat-kalimat Allah. Menjelaskannya harus dengan ilmu, sedangkan ilmu hanya dapat diperoleh dari belajar, membaca atau mungkin mendengar. Semua itu, adalah proses yang musti dilalui oleh setiap penulis.
  Menuturkan dakwah dalam sebuah tulisan adalah tanda tanya bagiku, bagaimanakah menulis dengan tema-tema Islami?. Maka, Forum Lingkar Pena merupakan jawabannya, ia merupakan wadah untuk melatih diri bagi para penulis pemula untuk menjadi penulis yang mampu menuliskan nafas-nafas dakwahnya dengan baik, sistematis dan terstruktur. Sehingga membaca tak lagi menjadi hal yang membosankan dan sekedar rutinitas bagi pembaca, akan tetapi pembaca mampu memetik pelajaran dari apa yang dibacanya untuk kemudian mampu diamalkan olehnya dengan sempurna.
  Adapun “Aku” hanyalah seorang mahasiswa S2 yang baru belajar menulis, pengalamanku menulis terbilang masih sedikit, itupun hanya terbatas pada penulisan-penulisan hukum. Namun, akhir-akhir ini keinginan untuk menulis itu terus muncul. Berawal dari menulis tugas makalah, menulis proposal tesis, membuat esay lomba dan hari ini aku menulis untuk bisa masuk menjadi anggota Forum Lingkar Pena.

  Akhirnya, Aku, FLP dan Dakwah kepenulisan adalah satu rangkaian nafas-nafas dakwah yang mungkin dapat dibaca dalam tulisan-tulisan berikutnya. Dan semoga Allah Yang Maha Luas Ilmunya berkenan menganugrahi setiap penulis kemampuan untuk memetik hikmah dan mengamalkan setiap tulisannya. Karena susungguhnya Allah telah berfirman dalam Surah As-Shaff, yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Shaff : 2-3)